Selasa, 06 Januari 2015

Kejahatan Anti Kebenaran Terhadap Missi Suci Nabi



QS. 2/Al-Baqarah : 113 - 114
 
Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan”, padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak me-ngetahui, mengucapkan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan meng-adili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka ber-selisih padanya. (QS. 2/Al-Baqarah : 113)

Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS. 2/Al-Baqarah 114)

Dan firman Allah Ta’aalaa:

“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan.’ Dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan.’ Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab.”

Allah Ta’aalaa menjelaskan mengenai pertentangan, kebencian, permusuhan, dan keingkaran di antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Sebagaimana yang diriwayatkan Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan ketika orang-orang Nasrani Najran menghadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, datang pula kepada mereka para pendeta Yahudi. Lalu mereka saling berselisih di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rafi’ bin Harmalah (salah seorang pendeta Yahudi) mengatakan, “Kalian tidak memiliki pegangan apapun, dan mengingkari Isa dan Injil.” Lalu salah seorang dari orang-orang Nasrani Najran itu berkata kepada orang-orang Yahudi, “Kalian tidak memiliki pegangan sesuatu apapun, dan mengingkari kenabian Musa dan kufur terhadap Taurat.” Berkenaan dengan hal itu, Allah Ta’aalaa berfirman:


“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan.’ Dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan.’ Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab.” Kemudian Ibnu Abbas berkata: “Masing-masing kelompok itu membaca dalam kitabnya sesuatu yang membenarkan orang yang mereka ingkari. Orang-orang Yahudi kufur terhadap Isa padahal di tangan mereka terdapat kitab Taurat yang di dalamnya Allah Ta’aalaa telah mengambil janji melalui lisan Musa ‘alaihissalamuntuk membenarkan Isa. Sedangkan dalam kitab Injil yang dibawa Isa terdapat perintah untuk membenarkan Musa dan kitab Taurat yang diturunkan dari sisi Allah. Masing-masing kelompok mengingkari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Mereka itu Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa masing-masing dari kedua kelompok membenarkan dalam apa yang mereka tuduh oleh kelompok lain. Namun secara lahiriyah redaksi ayat di atas mengandung celaan terhadap apa yang mereka ucapkan, padahal mereka mengetahui kebalikan dari apa yang mereka kemukakan tersebut. Oleh karena itu Allah Ta’aalaa berfirman,

“Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab.”

Maksudnya, mereka mengetahui syariat Taurat dan Injil. Kedua kitab tersebut telah disyariatkan pada waktu tertentu, tetapi mereka saling mengingkari karena membangkang dan kufur serta menghadapkan suatu kebatilan dengan kebatilan yang lain. Wallahu a’lam.

Firman Allah Ta’aalaa,


Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu.” 

Dengan ini Allah menjelaskan kebodohan orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka saling melempar ucapan. Dan ini adalah ucapan yang bernada isyarat.

Para ulama masih berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksudkan dalam firman AllahTa’aalaa,

“Orang-orang yang tidak mengetahui.”

Mengenai ayat ini, ar-Rabi’ bin Anas dan Qatadah mengatakan: “Orang-orang Nasrani mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan orang-orang Yahudi.”

Masih mengenai firman-Nya,

  
“Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui,” 

As-Suddi mengatakan, “Mereka itu adalah orang-orang Arab yang mengatakan bahwa Muhammad itu tidak memiliki pegangan apapun.”

Sedangkan Abu Ja’far bin Jarir berpendapat bahwa hal itu bersifat umum berlaku bagi semua umat manusia. Dan tidak ada dalil pasti yang menetapkan salah satu dari beberapa pendapat tersebut. Maka membawa makna untuk semua pendapat di atas adalah lebih tepat. Wallahu a’lam.

Firman Allah Ta’aalaa,
 

“Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.”

Artinya, Allah Ta’aalaa mengumpulkan mereka pada hari kiamat kelak serta memutuskan hukum di antara mereka melalui keputusan-Nya yang adil yang tidak ada kezhaliman dan tidak akan dizhalimi sedikit pun meskipun sekecil apapun.


Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk me-robohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehina-an dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS. 2/Al-Baqarah : 114)

Terdapat dua pendapat berkenaan dengan hal tersebut:
Pendapat pertama, apa yang diriwayatkan al-Aufi dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Ta’aalaa,

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya.”

Ia mengatakan: “Yaitu orang-orang Nasrani.” Juga Mujahid mengemukakan: “Mereka itu adalah orang-orang Nasrani. Mereka membuang berbagai kotoran ke Baitul Maqdis dan menghalangi orang-orang agar tidak mengerjakan shalat di dalamnya.”
Sa’id meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan: “Mereka itu adalah orang-orang Nasrani, yang merupakan musuh Allah, yang karena kebenciannya kepada orang-orang Yahudi menjadikan mereka membantu Bukhtannashr penguasa Babilonia, penganut agama Majusi, untuk merobohkan Baitul Maqdis.”

Tetapi pada kenyataannya sekarang yang sangat kejam menghalangi orang shalat di Masjid Al-Aqsha adalah pemerintah Israel.

Orang-orang yang menghalangi beribadah di masjid-masjid Allah adalah kaum Yahudi dan Nasrani yang disebutkan satu sama lain saling melecehkan tersebut di atas.

Ayat-ayat Allah ini merupakan pernyataan bahwa rencana Zionis Yahudi menguasai kedaulatan Seluruh Dunia adalah kejahatan, pembohongan penduduk bumi dan anti kebenaran dari Allah yang dibawa oleh Dawud, Musa, Isa ‘alahimus-salaam yang kemenangannya diberjayakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam , Khulafa-ur Rasyidin Al-Mahdiyyiin rdadhiyallaahu ‘anhu dan Khilafah Al-Mahdi yang pasti akan datang memimpin dunia.

Rencana Zionis Yahudi menguasai kedaulatan Seluruh Dunia adalah kejahatan dan anti kebenaran dari Allah itu diantaranya mereka protokolkan demikian :

The GOYIM are a flock of sheep, and we are their wolves. And you know what happens when the wolves get hold of the flock? ....

Goyim (non-Yahudi) itu adalah sekelompok domba, dan kita adalah serigala-serigala mereka. Dan anda tahu apa yang akan terjadi ketika serigala-serigala menguasai kerumunan domba-domba itu? .....

God has granted to us, His Chosen People, the gift of the dispersion, and in this which appears in all eyes to be our weakness, has come forth all our strength, which has now brought us to the threshold of sovereignty over all the world.

Tuhan telah memberi rahmat pada kita, Orang-Orang Pilihan-Nya, sebagai hadiah perpencaran, dan di dalam hadiah perpencaran ini, yang di hadapan mata semua orang nampak sebagai kelemahan kita, telah muncul semua kekuatan kita, yang kini telah membawa kita kepada ambang Kedaulatan Seluruh Dunia.


Pendapat kedua, apa yang diriwayatkan Ibnu jarir mengenai firman Allah Ta’aalaa,


“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya?” 

Ibnu Zaid mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang musyrik yang menghalangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya untuk masuk ke dalam kota Makkah pada saat terjadinya peristiwa Hudaibiyah sehingga beliau menyembelih kurbannya di Dzi Thuwa dan mengajak mereka berdamai. Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka :


“Tidak ada seorang pun yang boleh menghalang-halangi dari Baitullah ini. Dulu, seseorang dapat bertemu  pembunuh ayahnya dan saudaranya, dan ia tidak menghalanginya.”

Maka mereka menjawab: “Pembunuh ayah-ayah kami pada perang Badar tidak boleh masuk ke kawasan kami, sedang kami masih ada di sini.”

Sedang mengenai firman Allah, Tabaraka wa Ta’aalaa,


“Dan berusaha untuk merobohkannya?”

Ibnu Zaid mengatakan, “Mereka itu menghadang orang-orang yang hendak memakmurkan masjid dengan berdzikir kepada-Nya dan mendatanginya untuk menunaikan haji dan umrah.”
Karena itu, Allah Ta’aalaa berfirman:

“Hanya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka agar kiranya mereka adalah termasuk orang-orang yang berpetunjuk.” (QS. 9/At-Taubah : 18)

Yang dimaksud dengan memakmurkan masjid itu bukan hanya sekedar menghiasi dan membangun fisiknya saja, tetapi juga dengan berdzikir kepada Allah di dalamnya, menegakkan syari’at-Nya, serta menjauhkannya dari najis dan syirik.

Dan firman-Nya,

“Mereka itu tidak sepatutnya memasukinya kecuali orang-orang yang takut (kepada Allah).” 

Ayat tersebut berbentuk berita tetapi bermakna perintah. Artinya, “Jangan kalian perkenankan mereka memasuki masjid jika kalian mampu menguasai mereka, kecuali setelah ada perdamaian dan pembayaran jizyah. Oleh karena itu, setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berhasil membebaskan kota Makkah pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 9 H beliau memerintahkan dikumandangkan seruan yang kemudian diserukan di tanah lapang di Mina :


“Ketahuilah, setelah tahun ini, tidak diperbolehkan seorang musyrik pun menunaikan ibadah haji dan mengerjakan thawaf dalam kedaan telanjang. Barangsiapa yang masih mempunyai masa tinggal, maka pengukuhannya itu berakhir sampai habis masanya.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya, Juz I, hal. 398)

Abu Dawud menceritakan kepada kami , ia berkata : Ya’qub menceritakan kepada kami, ia berkata bapakku menceritakan kepada kami dari Shalih dari Ibnu Syihab, bahwasanya Humaid bin Abdurrahman mengkhabarkan kepadanya bahwa Abu Hurairah mengkhabarkan kepadanya bahwa Abu Bakr mengutus nya dalam hajji yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamirkan Abu Bakr pada hajji itu (di tahun) sebelum (tahun) hajji wada’ pada suatu kaum agar ia mengumandangkan seruan  kepada sekalian manusia : “Ketahuilah, setelah tahun ini, tidak diperbolehkan seorang musyrik pun menunaikan ibadah haji dan mengerjakan thawaf dalam kedaan telanjang” (HR. An-Nasaa-iy)

Ini adalah pembenaran dan pelaksanaan ayat Allah :

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 9/At-Taubah : 28)


Yang demikian itu tidak lain untuk menghormati lingkungan Masjidil-haram dan menyucikan negeri yang padanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada umat manusia secara keseluruhan untuk menyampaikan berita gembira sekaligus juga peringatan. Itulah kehinaan bagi mereka di dunia. Sebagaimana mereka telah menghalangi orang-orang mukmin dari Masjidilharam, maka mereka pun dihalangi darinya. Dan sebagaimana mereka telah mengusir orang-orang mukmin dari Makkah, maka mereka pun diusir darinya.

Firman-Nya,

“Dan bagi meraka adzab yang besar di akhirat,”

Ini karena mereka telah menginjak-injak kehormatan dan kesucian Masjidil-haram dan menghinakannya dengan menempatkan berhala-berhala di sekitarnya, berdo’a kepada selain Allah di dalamnya, serta mengerjakan thawaf di sana dalam keadaan telanjang, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dibenci Allah Ta’aalaa dan Rasul-Nya.

Sedangkan ulama yang menafsirkan sebagai Baitulmaqdis, maka Ka’ab al-Ahbar mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang Nasrani itu ketika berhasil mengusai Baitulmaqdis, maka mereka merobohkannya.” Dan setelah Allah Ta’aalaa mengutus Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Dia pun menurunkan ayat:

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya memasukinya kecuali sebagai orang-orang yang takut (kepada Allah).”

Oleh karena itu, tidak ada di muka bumi ini seorang Nasrani pun yang berani masuk Baitulmaqdis kecuali dalam keadaan takut. As-Suddi mengatakan: “Sekarang ini, tidak ada seorang Romawi pun di muka bumi ini yang berani memasuki Baitulmaqdis melainkan dalam keadaan takut dipenggal lehernya, atau ditakutkan dengan pembayaran jizyah yang harus dilaksanakannya.”

Menurut panafsiran as-Suddi, Ikrimah, dan Wa’il bin Dawud, kehinaan mereka di dunia itu akan benar-benar terwujud dengan tampilnya Al-Mahdi memimpin dunia.
Sedangkan Qatadah menafsirkannya dengan pembayaran jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Yang benar bahwa kehinaan di dunia itu lebih umum dari semuanya itu. Dalam sebuah hadits disebutkan mengenai permohonan perlindungan dari kehinaan dunia dan adzab akhirat. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Bisyir bin Artha’ah, ia menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a:

Haitsam bin Kharijah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ayyub bin Maisarah bin Halbas, ia berkata : Aku mendengar bapakku menceritakan dari Busr bin Arthah Al-Qurasyiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama berdo’a :  “Ya Allah, perbaikilah akhir dari segala urusan kami seluruhnya, serta jauhkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat.” (HR. Ahmad)

Hadits di atas berstatus sebagai hadits hasan, tetapi tidak terdapat dalam Kutubus Sittah. Dan Bisyir bin Artha’ah tidak pernah meriwayatkan hadits kecuali hadits ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar