Jumat, 16 September 2011

Sempurna Diajarkan Sempurna Dipecahbelah

Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa telah menyempurnakan ajaran hidup bagi manusia sebagai kesempurnaan nikmat yang diridhai. Diantara manusia ada yang mensyukurinya dengan menyempurnakan penghambaan diri pada Sang Penciptanya dibawah kepemimpinan nabi-nabi Allah hingga yang terakhir Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tiap kali di kurun sepeninggal kepemimpinan nabi-nabi Allah, ada pula manusia yang memecahbelah ajaran hidup itu yang di era mutakhir ini bahkan kuantitas dan intensitasnya bisa dikatakan sempurna sedemikian rinci.

Kabilah-kabilah di Makkah
Peperangan itu ada kalanya dinamakan sesuai nama lokasi terjadinya atau nama sumber air yang menjadi penyebabnya, seperti perang ‘Ain Abagh, perang Zi qar dan perang Syib Jabalah. Dan juga dinamakan dengan nama orang, hewan  atau apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya peperangan tersebut, seperti perang al Basus(nama seorang wanita tua, al Basus) dan perang Dahis wa al Gabra (nama kuda jantan dan unta betina, Dahis dan al Gabra). Peperangan antar kabilah Arab tersebut sudah sering terjadi, sehingga bisa disebutkan peperangan seperti itu dikalangan kabilah-kabilah Arab sudah menjadi tradisi.
Bangsa Arab di Makkah sebelum Kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam terdiri dari berbagai kabilah atau suku yang hanya tunduk kepada kepala sukunya sendiri, sehingga mereka sangat lemah karena tenggelam dalam berbagai konflik internalnya sendiri. Dalam sejarah diketahui bahwa  mereka  seringkali berperang dengan kabilah Arab lainnya hanya karena masalah sepele, seperti karena masalah hewan ternak  saja bisa menjadi faktor penyebab utama terjadi perang saudara. Peperangan antar kabilah yang biasanya berlangsung pada siang hari itu karena memperebutkan kepemimpinan, sumber-sumber air, dan padang rumput untuk pengembalaan ternak-ternak mereka. Konflik tersebut seringkali menyebabkan peperangan yang menumpah darah. Dan peperangan tersebut akan berakhir dengan sendirinya  jika malam tiba, maka dari itu peperangan itu sering disebut juga sebagai hari-hari bangsa Arab.
Baca : Kompasiana  
Tatkala Muhammad bin Abdullah belum diangkat menjadi nabi, berusia 35 tahun, orang-orang Quraisy memperbaiki bangunan Ka’bah. Bangunan Ka’bah di rubuhkan kemudian diperbaharui kembali, namun ketika mereka telah sampai ke tempat Hajar Aswad mereka saling berselisih pendapat mengenai siapa yang paling terhormat dan dapat meletakkan hajar aswad pada tempatnya, dan setiap dari para kabilah yang ada ingin mendapatkan kehormatan tersebut, kemudian pertentangan semakin keras sehingga hampir saja peperangan terjadi di antara mereka, kemudian mereka memutuskan bahwa yang berhak memutuskan perkara ini untuk mereka adalah orang yang paling pertama masuk dari pintu Bani Syaibah, dan orang tersebut adalah Muhammad bin Abdullah. Ketika mereka melihatnya mereka mengatakan: dia adalah orang yang terpercaya dan jujur, kami rela dengan keputusannya, dan ketika beliau memutuskan hal tersebut, keputusannya menjadi sebuah solusi yang di ridhai oleh seluruh pihak yang bertikai. Kemudian beliau membentangkan kainnya, kemudian beliau mengambil hajar aswad dan meletakkannya di atas kainnya. Kemudian beliau memerintahkan kepada setiap (ketua) kabilah untuk memegang ujung kain tersebut untuk mengangkatnya. Ketika mereka telah mengangkatnya, dan telah sampai ke tempatnya, beliau mengambil hajar aswad dan meletakkan di tempatnya. Merekapun rela dengan hal tersebut. Darah orang Arab terjaga dari pertumpahan darah.  Baca : Rasoulallah 

Suku-suku di Yatsrib
dakwatuna.com - Kota Yatsrib berpenduduk asli Suku Aus dan Suku Khazraj. Di samping mereka, orang-orang Yahudi juga menentap di sana. Meski bermuamalah dengan penduduk Suku Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi tidak bisa menutupi sikap permusuhan mereka. Bahkan, orang-orang Yahudi ini menjanjikan bahwa akan datang seorang nabi yang akan memimpin mereka memerangi Suku Aus dan Khazraj sebagaimana memerangi kaum ‘Ad dan Tsamud.
Keyakinan akan datangnya nabi tersebut begitu melekat di penduduk Yatsrib. Hingga suatu ketika di musim haji Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan mendatangi kabilah-kabilah yang tengah melaksanakan haji di Baitullah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan rombongan dari Suku Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Orang-orang Khazraj saling berkata kepada satu sama lain, “Ketahuilah, demi Allah, ini adalah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Maka, jangan sampai mereka mendahului kalian.”
Orang-orang Suku Khazraj itu menerima ajakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  Mereka masuk Islam. Mereka kembali ke Yatsrib dan mengajak kaumnya masuk Islam sehingga tidak ada satu pun rumah-rumah Suku Khazraj dan Aus yang penghuninya tidak membicarakan tentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam. Baca : Wirausaha Pesantren  

Sempurna Diajarkan Allah, Sempurna Dilaksanakan Rasulullh
Allah Subhaanahu waTa’aalaa menyempurnakan Islam
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian  ajaran hidup kalian, dan telah Aku cukupkan dengan sempurna kepada kalian ni`mat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi ajaran hidup bagi kalian. (QS. 5/Al-Maa-idah : 3)

Muhammad bin Abdullah bukanlah orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin, tetapi Allah yang mengangkatnya menjadi Rasul, Allah memberikan kanabian pada beliau membawa missi kerasulan menjawab krisis arah visioner kemana seharusnya prikehidupan umat manusia dipimpin.
            Itulah kemudian masyarakat dipimpin dan diikat dengan janji yang tak hanya janji kosong yang menyilaukan umat sebatas menyejahterakan dengan kemajuan ekonomi sesaat di dunia. Masyarakat dengan inti umatnya yang beriman dipimpin dan diikat dengan janji selamat sejahtera yang permanen di akhirat. Masyarakat diselamatkan dari ikatan janji angan-angan orang yang berambisi mencalonkan diri sebagai pemimpin. Umat beriman yang menjadi inti masyarakatnya diikat dengan janji dari Rabb yang Maha Menciptakan manusia dan alam semesta.


Abdullah bin Saba
Dimasa pemerintahan dunia Muslimin ada pada kepemimpinan Utsman bin 'Affan, datangnya orang yang bernama Abdullah bin Saba, seorang pendeta besar Yahudi dari Yaman yang telah masuk Islam sekitar tahun 30 H, debut penyutradaraan perseteruan umat manusia dimainkan lagi. Dia menyangka kedatangannya sebagai pendeta besar yang telah muallaf akan disambut dengan penuh kehormatan oleh Khalifah Utsman, tetapi yang terjadi tidaklah demikian. Khalifah yang sangat sibuk menyusun dan mengumpulkan Al-Quran tidak menjadikan keberadaan Abdullah bin Saba bagian perhatian utama. Kenyataan itu membuat kebencian dalam hati Abdullah bin Saba.
Ia kemudian membangun gerakan anti (penentang) Utsman dengan cara menyusup kedalam barisan kaum Muslimin dan menghasut mereka agar ikut membenci Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba berusaha meruntuhkannya dengan mengubah hadits yang lebih condong membela dan membenarkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang seharusnya.
Dia mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib yang memang lebih banyak disebut dalam hadits Nabi.
Sebagaimana diketahui Utsman banyak mengangkat kerabatnya dari bani Umayyah untuk menduduki berbagai jabatan. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan orang banyak terhadap Utsman. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak Yahudi, yaitu Abdullah bin Saba` dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah. Orang-orang menggugat Utsman atas kebijakan-kebijakannya mengangkat para kerabatnya. Utsman mengumpulkan para gubernur dan bermusyawarah. Akhirnya Utsman memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Abdullah bin Saba` berhasil menyebarkan pemikiran menyimpang di Mesir, menghasut masyarakat untuk menentang Utsman, dan juga pengkultusan terhadap Ali. Maka bergeraklah sekitar 600 orang ke Madinah dengan kedok akan berumrah. Padahal mereka ingin menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah. Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Utsman mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menemui mereka. Ali menemui mereka dan membantah segala pemikiran mereka yang menyimpang, termasuk tentang pengkultusan atas dirinya. Mereka menyesali diri seraya berkata, “Orang inikah yang kalian jadikan alasan untuk memerangi dan memprotes Khalifah?”

Pada kenyataannya hingga sekarang umat Muslimin tidak berhenti berkembang biak menjadi pecahan-pecahan sampai serinci-rincinya yang induknya perpecahan penganut kultus Ali bin Abi Thalib (ahlul Bait Rasulullah) di satu sisi yang dikenal sebagai penganut faham Syi'ah yang dengan sendirinya memposisikan yang lainnya di fihak yang dikenal sebagai Sunny.


Mathla’ Hilal

Mathla’ hilal artinya tempat atau waktu terbitnya bulan sabit. Dimaksudkan dengan mathla’ hilal disini adalah pengertiannya dalam hubungannya dengan perintah Allah dan pelaksanaan Sunnah Rasulullah untuk berpuasa karena melihat bulan sabit memasuki bulan Ramadhan dan berbuka (tidak puasa) karena melihat bulan sabit masuk bulan Syawwal.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan  Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS. 2/Al-Baqarah : 185)

Berkenaan dengan perintah Allah dalam Al-Qur'an itu terdapat riwayat tentang sabda Rasulullah dan pernyataan Ibnu Abbas :
Riwayat-riwayat Pertama :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ يَوْمًا
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Apabila kalian melihat hilal (bulan sabit Ramadhan), hendaklah kalian berpuasa. Dan apabila kalian melihatnya (bulan sabit Syawal), hendaklah kalian berbuka. Jika hilal itu tertutupi terhadap kalian, berpuasalah selama tiga puluh hari (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhumaa, ia berkata  : Manusia pada melihat hilal, maka saya khabarkan kepada Rasulullah bahwa saya telah melihatnya. Maka Rasulullah berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa padanya (HR. Abu Daud)

Riwayat Kedua :
Riwayat kedua tentang melihat hilal ini dijadikan dasar untuk perbedaan mathla' hilal yang melestarikan perbedaan, perseteruan dan persaingan yang senantiasa dikemas dengan indahnya dalam bungkus "Menghargai Perbedaan"
Riwayat jenis kedua itu ialah :
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ هِلاَلُ رَمَضَانَ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْنَا الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَأَنْتَ رَأَيْتَهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقُلْتُ رَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ قَالَ لَكِنْ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ يَوْمًا أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَلاَ تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ قَالَ لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Kuraib bahwa Ummi Al-Fadhil binti Al-Harits menyuruhnya ke Mu'awiyah di Syam. Ia berkata : Ketika aku sampai di Syam dan aku selesaikan urusan Ummi Al-Fadhil dan muncullah diatasku hilal Ramadhan. Dan sedang saya di Syam maka kami melihat hilal pada malam Jun'at. Kemudian saya datang kembali ke Madinah di akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepada saya dan dia ingat akan hilal. Kemudian Ibnu Abbas bertanya : Kapan kalian melihat hilal? Kemudian saya menjawab : Kami melihatnya malam Jum'at.
Ibnu Abbas bertanya lagi : Apakah engkau sendiri melihatnya di malam Jum'at? Maka saya katakan : Manusia pada melihatnya dan mereka berpuasa, demikian pula Mu'awiyah juga puasa.
Ibnu Abbas berkata : Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu maka kami tetap puasa sehingga kami menyempurnakannya 30 hari atau kami melihatnya.
Maka aku (Kuraib) mengatakan : Tidakkah cukup dengan ru'yah Mu'awiyah dan puasanya ?.
Ibnu Abbas menjawab : Tidak, Demikianlah Rasulullah shallallaau 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami.
قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ لِكُلِّ أَهْلِ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ
Abu 'Isa berkata hadits Ibnu Abbas itu hadits hasan shahih gharib dan pelaksanaan hadits ini di fihak ahli ilmu adalah bahwa tiap penduduk negeri mempunyai ru'yah (mathla' hilal) mereka sendiri (HR. At-Tirmidzy)

Dengan hadits (yang tidak mempunyai kepastian merupakan sunnah kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam) yang diriwayatkan Kuraib, berkembanglah pluralisme mathla' hilal.
Pluralisme mathla' hilal sebagaimana dikemukakan oleh Abu 'Isa tersebut adalah bahwa tiap penduduk negeri mempunyai ru'yah (mathla' hilal) mereka sendiri.  Tidak sekadar tiap penduduk negeri, tetapi juga tiap penganut teori antara teori dengan perhitungan falakiyah yang disebut berdasarkan hisab dan yang menganut faham ru'yah yang artinya melihat. Masing-masing dari kedua penganut itu, baik sendirian maupun berjama'ah dengan organisasi maupun ulama dan ilmuwannya yang terinci perbedaannya dalam melegalisir sahnya bulan sabit telah terbit dalam perbedaan berapa poin derajat dan menitnya di atas ufuk.



Sidang Isbat Senin, 29 Agustus 2011 22:15 WIB (dari kiri) : Ketua Majelis ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin, Menteri Agama RI Surya Darma Ali, Dirjen Bimas Islam Nazaruddin Umar, Sekjen Kemenag Bahrul Hayat saat sidang Itsbat 1 Syawal 1432 H di Kantor Kementrian Agama RI, Jakarta, Senin (29/8). Dalam sidang tersebut diputuskan bahwa 1 syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011. Media Indonesia.com


Tentu saja demam pluralisme dengan menerapkan pluralisme standar mathla' hilal (menggunakan beragam teori dan lokasi terbitnya bulan sabit untuk menentukan penanggalan memasuki bulan Ramadhan dan bulan Syawwal), ajaran dan missi yang diuntungkan adalah ajaran dan missi melestarikan perpecahan. Ajaran dan missi yang dianut adalah merobohkan bangunan yang dibangun Rasulullah dimana dibawah kepemimpinan kenabian dan tindaklanjutnya diatas jejak kenabian sehingga risalah kenabian ini tak ada ruang dan waktu untuk missi pelestariannya.
Missi Rasulullah dan  tindaklanjutnya diatas jejak kenabian, pelestariannya diganti dengan missi pelestarian perpecahan yang senantiasa dilatarbelakangi scenario dan penyutradaraan Insiders Yahudi konspirator.

Qadzafi Dibunuh yang Perencana Ceritanya ada di Balik AS
Sesama dari Bangsa Muslim Merayakan Terbunuhnya Qadzafi
Maka dengan telah disempurnakannya ajaran hidup dan ni'mat kehidupan dan diridhainya ajaran ini oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa sebagaimana difirmankan, masyarakat demam pluralisme dengan menerapkan pluralisme standar mathla' hilal melancarkan aksi menyempurnakan pemecahbelahan ajaran hidup manusia dan umatnya. Sempurna diajarkan, sempurna dipecahbelah oleh penganut pluralisme baik yang pluralisme agama, non-agama maupun yang anti agama. Sempurna pula terorisme penganut pluralisme dalam Devide et Impera terhadap Allah yang berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpegangteguhlah kalian semuanya pada tali (ajaran hidup yang yang diajarkan) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepada kalian ketika kalian telah berada dalam keadaan bermusuh-musuhan, maka Allah memperkaitkan kalbu-kalbu kalian, maka menjadilah kalian dengan ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, maka (dengan ni'mat-Nya) Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian berpetunjuk. (QS. 3/Aali 'Imraan : 103)
Dengan sempurna dipecahbelahnya ajaran hidup manusia oleh syaithan manusianya sendiri, yang menjadi perhatian yang menyibukkan masyarakat dunia saat ini hanya terpecahbelahnya detail-detail komponen masyarakat lestari perselisihan, perseteruan, konflik, terorisme, perang saling membunuh saja. Walaupun sebenarnya setelah binasa sebagai ujung perseteruan manusia, maka kebenaran yang ada tinggallah yang difirmankan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ  مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ  مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Maka tegakkanlah arah hadapmu dengan lurus pada ajaran hidup (dari Allah); (tetaplah pada) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) ajaran hidup yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (yaitu) dengan bertaubat kembali kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah ajaran hidup mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. 30/Ar-Ruum : 30-32)

Jumat, 02 September 2011

Perampas Kewenangan Allah Di Balik Perseteruan Umat Manusia


Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa yang menciptakan langit dan bumi, demikian pula menciptakan manusia. Kemudian Allah pulalah yang berwenang mengatur alam semesta, demikian pula mengatur kehidupan manusia.
إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at (pembelaan) kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Rabb kalian, maka ibadatilah Dia. Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? (QS. 10/Yunus : 3).

Kewenangan mengatur dan menentukan hukum alam adalah ada pada kekuasaan Allah Yang Mahakuasa. Demikian pula menentukan hukum kehidupan manusia.

Adapun kewenangan manusia di hadapan Allah adalah mentaati ketentuan hukum Allah.
Ini artinya bahwa Allah tidak membebani manusia, yang pasti manusia itu dengan hawa nafsunya untuk menentukan sendiri aturan hukum kehidupannya sebagaimana manusia tidak dibebani untuk menentukan ketentuan hukum alam fisika, kimia, biologi dan ketentuan hukum alam lainnya.
Kewenangan manusia mentaati ketentuan hukum Allah tentang kehidupan manusia sebagaimana mentaati hukum Allah tentang alam semesta.

Dalam beribadah shiyam terdapat disiplin kewenangan ini.

Allah memerintahkan manusia makan, manusia mendapatkan derajat mulia kemanusiaannya bila bukan hanya makan karena lapar atau karena tuntutan sosial, lebih dari itu adalah karena mentaati perintah Yang Maha Menghendaki adanya diri manusia itu.

Allah memerintahkan manusia puasa, manusia mendapatkan derajat mulia kemanusiaannya bila bukan puasa hanya karena kepentingan badannya sehat dan bagus dan bukan pula puasa hanya karena kepentingan kedudukan sosialnya lebih tinggi, lebih dari itu adalah karena mentaati perintah Yang Maha Merajai alam pembalasan.

Type Manusia Perampas

Allah memerintahkan manusia beribadah qurban, manusia mendapatkan derajat mulia kemanusiaannya bila mentaatinya. Dan itulah yang dipilih oleh satu dari dua putra Adam dalam peristiwa yang Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa memerintahkan kepada Rasulullah dengan firman-Nya untuk mentilawahkannya.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ اْلآخَرِ قَالَ َلأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ  لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ ِلأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
Dan tilawahkanlah kepada mereka berita kedua putera Adam sebagaimana yang sebenarnya, ketika keduanya beribadah mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain.  Ia (yang tidak diterima ibadahnya) berkata: "Sungguh aku pasti membunuhmu!"
Ia (yang diterima ibadahnya) berkata : "Sesungguhnya Allah hanya menerima (ibadah korban) dari orang-orang yang bertakwa" "Sungguh jika engkau menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam." (QS. 5/Al-Maa-idah : 27-28).

Adapun manusia yang Allah memerintahkan manusia beribadah berqurban, kemudian hawa nafsunya menolak ketentuan hukum Allah untuk ibadah itu, ia membuat ketentuan hukum untuk beribadah dengan akalnya. Ia telah merampas kewenangan Allah untuk menentukan hukum kehidupan manusia. Itulah yang dipilih oleh satu dari dua putra Adam yang tidak diterima ibadahnya dan binasalah ia di dunia dan akhirat.

Ketika Allah menentukan hukum kehidupan manusia agar manusia naik kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh atas perintah Allah, maka orang-orang yang beriman mentaatinya, selamatlah mereka di dunia dan di akhirat.
Tetapi putra Nabi Nuh sendiri merampas kewenangan Allah untuk menentukan ketetentuan hukum kehidupan manusia, kemudian ia berikan kewenangan itu kepada hawa nafsu dengan akalnya, maka bianasalah ia di dunia dan di akhirat.
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلاَ تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. 11/Huud : 42)
قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah sendiri (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. 11/Huud : 43)

Dengan demikian dapatlah dikenal manusia type perampas kewenangan Allah menentukan hukum kehidupannya sebagaimana putra Nabi Adam, demikian pula putra Nabi Nuh. Itulah pula type sepuluh saudara Yusuf putra-putra Nabi Ya'qub yang membuat rencana cerita dan menyutradarai pembuangan Nabi Yusuf dari sisi Nabi Ya'qub. Itulah pula type pembuat drama dan sutradar pembunuhan terhadap Nabi-Nabi Allah hingga berkonspirasi agar Nabi Isa dihukum mati dengan disalib. Itulah pula type orang-orang Yahudi Bani Qainuqa', Bani Nadhir dan Bani Quraizhah yang adalah pemilik gagasan, perencana dan sutradara menumpas Rasulullah beserta orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang Yahudi yang melestarikan perseteruan anatara suku Khazraj dan suku Aus sejak dari persaingan martabat egoisme kesukuan samapai ke bunuh membunuh secara fisik.

Itulah type pembuat cerita, perencana dan sutradara sandiwara di balik perseteruan anatara Hamas dan Fatah di Palestina, Rapublik dan Demokrat di AS demikian pula antara kaum radikal dan kaum moderat di seluruh nageri di dunia ini. Demikian pula perseteruan dimunculkannya faham sy'iah untuk tiba-tiba yang berseberangan dengannya termakan dalam klaim sebagai sunny dengan segala keturunannya beranak pinak dalam wujud faham teologi, madzhab fiqh serta aliran thariqat yang berkembang kemudian. Demikian pula perseteruan antara Sultan Abdul Hamid, Sultan kekhalifahan Utsmaniyah dan Kemal At-Taturk di Turki sebagai detail dari episode Game Konspirasi Peternakan Manusia. Sang Sultan adalah penganut thariqat pimpinan Syeikh Mahmud Abu Syamat.
Syeikh Mahmud Abu Syamat adalah sesepuh kelompok Thariqat Sadzaly
Yashrithy. Dia adalah penerus pertama yang menggantikan pimpinan Thariqat
itu setelah pendirinya Syeikh Ali Al Yashrithy meninggal dunia.
Type perampas kewenangan Allah itu pula yang berada di balik perseteruan Sukarno dan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo di Indonesia. Itulah pula type di balik perseteruan antara Blok Timur sosialis - komunis dengan Pakta Warsawanya dan Blok Barat kapitalis liberal dengan NATO-nya untuk mewujudkan berlangsungnya fungsi-fungsi satu Pemerintahan Dunia.

Kezhaliman yang berarti ketidakadilan dan kegelapan yang menjadikan umat manusia tak dapat melihat type ini di balik perseteruan NU dan Muhammadiyah seperti yang jelas-jelas melestarikan perseteruannya itu pada Sidang Itsbat menentukan 1 Syawwal 1432 H. Muhammadiyah memutuskan 1 Syawwal 1432 H jatuh pada 30 Agustus 2011 sedangkan NU dan Pemerintah menetapkannya jatuh pada 31 Agustus 2011.
Padahal umat tidak membutuhkan keputusan itu melainkan hanya membutuhkan informasi, karena begitu mengakses informasi ada satu kesaksian melihat (ru'yah) hilal dibawah sumpah, di belahan bumi manapun, umat Islam terikat dengan ketentuan yang berkaitan dengan telah masuknya penanggalan pada 1 Syawwal 1432 H. Sebagaimana diketahui di telah ada kesaksian melihat hilal demikian pula penetapan 1 Syawwal 1432 H di berbagai belahan bumi ini jatuh pada 30 Agustus 2011. Mesir, Qatar, & Emirat Arab Beridul Fitri 30 Agustus 2011.

Seruan fihak tertentu yang mengikat umatnya untuk mengikuti keputusan otoritas kepemimpinannya dari fihak-fihak dalam perseteruan yang ada telah melangkahi kewenangan Allah dan Rasul-Nya yang memerintahkan shiyam Ramadhan dan membayar zakat fithrah serta shalat idul fithri karena menyaksikan awal dan akhir bulan Ramadhan dengan melihat hilal. Dalam perintah Allah dan Rasul-Nya itu tak ada perintah sesuai negara, kebangsaan, disiplin ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan faham teologi, madzhab fiqh serta aliran thariqat keagamaannya.
Pelestarian perseteruan-perseteruan sedemekian di zaman kapanpun, di negeri belahan bumi manapun, dengan disiplin ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan faham teologi, madzhab fiqh serta aliran thariqat keagamaan apapun adalah melawan disatukannya umat manusia oleh Rasulullah dengan laa ilaaha illallaah. Pelestarian perseteruan-perseteruan sedemikian itu adalah pelestarian Devide et Impera dalam Game Konspirasi Peternakan Manusia.

Type Manusia Ridha

Di fihak lain adalah manusia type makhluk surga Allah di alam akhirat yang kini sedang menyeberangi alam kehidupan dunia dengan ridha bahwa kewenangan menentukan hukum kehidupan manusia ada pada kekuasaan Allah.
Kewenangan manusia adalah mentaatinya.

Type pembunuh satu diantara dua putra Adam, demikian pula sepuluh saudara Yusuf putra-putra Ya'qub hingga type para pembuat cerita, perencana dan sutradara sandiwara perseteruan kekuatan sosial itulah yang merampas kewenangan Allah untuk menentukan ketetentuan hukum kehidupan manusia, kemudian kewenangan itu dipercayakan kepada hawa nafsu manusia dari pada dipercayakan kepada Allah dengan mentaatinya. Jadilah hukum yang dijalankannya adalah hukum yang objek serta subjek dijalankannya hukum itu adalah type makhluk peternakan manusia.

Padahal Allah tidak membebani amanat dan tanggungjawab sedemikian itu.
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. 2/Al-Baqarah : 286)

Maka dari itu bila perampasan kewenangan Allah untuk menentukan hukum kehidupan manusia itu kemudian dipercayakan kepada akal dan hawa nafsunya maka representasinya adalah tidak ada perlunya pada Allah dengan menahan lapar dan dahaga berpuasa di bulan Ramadhan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهم قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ (البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan keji dan amal perbuatannya, maka tiada perlunya dengan Allah dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya (HR. Bukhary)

Orang-orang yang ridha kewenangan menentukan hukum kehidupan manusia sebagaimana hukum alam ini ada pada Allah yang Maha Berkehendak, Mahaadil, Mahabijaksana lagi Maha Menaqdirkan maka itulah type makhluk surga Allah di alam akhirat yang kini sedang menyeberangi alam kehidupan dunia.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barang siapa shiyam Ramadhan karena keimanan (kepada Allah) dan mengharapkan keridhaan Allah semata-mata, maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari)