Jumat, 27 April 2012

Haji Menggantikan Orang Lain dan Perbedaan Madzhab Pendapat Ulama


Pada musim haji 1432 H/2011 M, seorang jamaah haji dari Gresik Jawa Timur, Ahmad bin Abi Ali Al-Jailani (selanjutnya disebut Ibnu Abi Ali) melaksanakan ibadah haji. Sampai di Madinah, ia diarahkan oleh pembimbingnya untuk menghajikan ayahnya yang telah meninggal dunia sekitar 47 tahun sebelumnya. Kemudian Ibnu Abi Ali dari Madinah menghubungi saudaranya di Jawa per telepon seluler meminta masukan pertimbangan apakah perlu menghajikan ayahnya ataukah tidak?
Terhadap persoalan seperti itu perlu dikemukakan dasar menghajikan orang lain. Yang dimaksud adalah melaksanakan ibadah haji menggantikan orang lain. (ayahnya).

Abu Ali Al-Jailani dan Istri

Dasar utamanya secara umum ialah haji itu wajib bagi muslim yang mampu dan bahwa pribadi seseorang itu tidak memikul tanggungjawab pribadi orang lain.

وَِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3/Aali 'Imraan : 97)

وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لاَ يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul tanggung jawab dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat tanggung jawab dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul tanggung jawab dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (QS. 35/Faathir : 18)
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan tidaklah seorang mengusahakan perbuatan (dosa) melainkan pertanggungjawaban (menanggung siksa)-nya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang pemikul beban tanggung jawab tidak akan memikul beban tanggung jawab (dosa) orang lain. Kemudian kepada Rabb kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan".(QS. 6/Al-An'aam : 164)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian dan takutlah akan suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kalian dalam (mentaati) Allah. (QS. 31/Luqmaan : 33)


Ahli Waris Mengerjakan Haji Keluarganya yang Meninggal Dunia

Ahli waris memikul tanggung jawab mengerjakan haji keluarganya yang telah meninggal dunia dunia karena nadzar si mayit. Nadzar adalah hutang, maka ahli waris yang membayarkan hutangnya termasuk nadzar berhajji yang belum dilaksanakan.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللهَ فَاللهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka ia berkata : Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk haji, maka dia belum melaksanakan haji hingga dia mati. Apakah aku menghajjikan dia ?
Rasulullah menjawab : Ya. Berhajilah engkau untuk dia. Bagaiaman pendapatmu jika Ibumu (yang sudah meninggal itu) ada tanggung jawab hutang, apakah engkau membayarnya ? Lunasilah oleh kalian (tanggung jawab hutang) pada Allah. Karena (hutang) yang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar (HR. Bukhari)


Keluarga perwalian mengerjakan haji untuk kerabatnya

Keluarga perwalian mengerjakan hajji untuk kerabatnya yang masih hidup tetapi berhalangan secara fisik dan terdapat kekayaan untuk melaksanakannya.

حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اْلآخَرِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
Hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallaahu 'anhumaa katanya: al-Fadhli bin Abbas pernah mengikuti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Seorang wanita dari daerah Khats'am menemui baginda untuk meminta fatwa. al-Fadhli memandang wanita itu dan kebetulan wanita itu juga memandangnya. Melihat keadaan itu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  memalingkan wajah al-Fadhli ke arah lain. Wanita itu berkata: Wahai Rasulullah! Allah telah mewajibkan ke atas hamba-hambanya mengerjakan ibadat Haji. Aku dapati ayahku telah lanjut usia, tidak mampu bertahan di atas kendaraan. Adakah boleh aku menunaikan ibadat Haji sebagai gantinya? Baginda menjawab: Ya! Peristiwa ini terjadi ketika baginda mengerjakan Haji Wada' (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun Abu Ali Al-Jailani, ayah Ibnu Abi Ali sudah meninggal dunia pada 1964 dan tidak ada riwayat yang sampai kepada ahli warisnya bahwa sang ayah bernadzar hajji yang belum dilaksanakan sehingga menjadi hutang. Memang jika Abu Ali  Al-Jailani bernadzar dengan syarat, misalnya : Jika aku …………………… maka aku akan pergi berhaji, maka diwasiatkan ataupun tidak, itu adalah hutang yang harus dibayar yaitu dengan cara ahli warisnya menghajikannya jika syarat dalam nadzar itu terjadi dan Abu Ali Al-Jailani belum melaksanakan haji memenuhi nadzarnya. Adapun bila Abu Ali Al-Jailani melaksanakan haji dengan telah terjadinya syarat yang dimaksud itu, dan syarat dan rukun hajinya telah terpenuhi maka ia telah pula melaksanakan kewajiban haji sebagaimana menjadi rukun Islam kelima.

Ayat-ayat Allah dan pernyataan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam secara keseluruhan dan yang secara khusus disebutkannya kata nadzar itu telah cukup jelas untuk dilaksanakan.

Perbedaan Madzhab Pendapat Ulama Diantara Ayat-Ayat Allah dan Missi Setan

Sekurang-kurangnya ada lima pendapat yang dijadikan madzhab. Pendapat Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Syafi'i. Keempatnya berpendapat  bahwa hadits tersebut diatas menunjukkan wajib menggantikan orang yang telah meninggal dunia naik haji, baik itu diwasiatkan maupun tidak. Alasannya hutang itu wajib dibayar secara mutlak, begitu halnya kewajiban-kewajiban lain mengenai harta, seperti kafaraat, zakat dan nadzar.
Sedangkan Malik berkata "Dihajikan hanyalah bila ia meninggalkan wasiat. Jika ia tidak memberi wasiat, maka tidaklah digantikan, karena haji itu merupakan ibadah yang lebih menonjolkan segi fisik, sehingga tidak dapat digantikan"

Dengan bermadzhabkan pada pendapat-pendapat tersebut jelaslah umat terpecah menjadi sebanyak madzhab yang berkembang.
Keadaan ini dapat dilihat posisinya diantara ayat-ayat Allah dan missi setan.
Ayat Allah menggariskan untuk tidak berpecah belah :
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Dia, Allah, telah mensyari`atkan pada kalian ajaran hidup ialah apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah ajaran hidup ini dan janganlah kalian berpecah belah di dalamnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik ajaran hidup yang engkau seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada ajaran hidup itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (ajaran)-Nya itu orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. 42/Asy-Syuuraa : 13)

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ  مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Maka hadapkanlah arah (hidup)-mu dengan tegak secara lurus pada ajaran hidup (dari Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) ajaran hidup yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta tegakkanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah ajaran hidup mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. 30/Ar-Ruum : 30-32)
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah ajaran hidupnya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS. 6/Al-An'aam : 159)

Sedangkan missi setan menggariskan perpecahan. 
Ketika Penguasa Kerajaan Riba (The Lords of The Usury Empire) telah menguasai dunia dengan  the Super-Government Administration (Pemerintah Bangsa-Bangsa), sesepuh terpelajar mereka telah mempersiapkan rencana aksi yang manuskripnya dibacakan oleh Amschel Mayer Rothschild yang saat ia memberikan pidatonya setelah mengembangkan lembaga ribanya dari money-lender (pemberi pinjaman berbunga) menjadi bank dan ia mendirikan The Haouse of Rothschild di Jundenstrasse Frankfurt, Jerman dimana suatu pertemuan dikatakan diadakan pada tahun 1773. Diantaranya dikatakan bahwa :
Untuk suatu saat kita mungkin berhasil dibuat berurusan dengan sebuah koalisi goyim(non-Yahudi) di seluruh dunia, tetapi dari bahaya ini kita teramankan oleh perpecahan yang ada diantara mereka yang akar-akarnya begitu dalam tertanam yang hingga sekarang ini dari mereka belum pernah bisa tercabut. Telah kita buat goyim (non-Yahudi) itu satu sama lain saling bertentangan secara pribadi maupun nasional, yang disebabkan oleh kebencian agama dan ras, yang telah kita tumbuhsuburkan menjadi besar selama kurun waktu 20 abad.

"Manakala bangsa Arab baru, atas nama Islam mengambil Yatsrib dan Khaibar dari tangan bangsa Israil dan bangsa Israil terusir, bangsa Israil bisa merasuk ke dalamnya sehingga merekapun pecah karena jarum berbisa Yahudi telah ada dalam dada-dadanya".
Inilah testimonial Yahudi bahwa suntikan berbisa Yahudi telah merasuk kedalam dada non-Yahudi sehingga Ali bin Abi Thalib dibunuh mengakhiri kepemimpinan dunia diatas jejak kenabian dan terpecahbelahnya umat muslimin dalam faham teologi, kemudian aliran sufi dan madzhab fiqih telah dimulai.

Kemudian pada kenyataannya yang kita saksikan adalah klaim Yahudi yang menyatakan sebagai berikut :
"Wahai penakluk Eropa, bangsa Yahudi bukanlah kambing perahan. Dan bangsa Yahudi bekerja memasuki hati-hatimu dan ke dalam jantungmu. Pada suatu saat jantung dan hatimu berhenti dan bangsa Yahudi mengganti dengan hati dan jantung yang lain sehingga otakmu akan menuruti hati yang baru". (A.D. El Marzdedeq, dim. av, Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah & Perkembangannya Hingga ke Indonesia, PT Syaamil Cipta Media, Bandung, 2007, cet. ke-3, hal. 101-102).


Allah yang Berwenang Memberikan Beban Tanggung jawab Taklif

Permasalahan yang timbul dengan perbedaan perndapat yang kemudian menjadi persoalan perbedaan faham teologi, madzhab hukum fiqh, aliran thariqat, ormas dan orpol adalah beban berat menuju tidak tertanggungkan yang tak sekedar sia-sia, sudah pasti bukan tanggung jawab taklif yang Allah Subhaanahu wa Ta'alaa berikan bebannya atas manusia.
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tidak pula membebani  diri seseorang amanat tanggung jawab taklif melainkan adalah apa yang telah diberikan-Nya.

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا ءَاتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Allah tidak memikulkan beban amanat tanggung jawab taklif kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS. 65/Ath-Thalaaq : 7)

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan beban amanat tanggung jawab taklif.. (QS  38/Shaad : 86)

حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللهِ جُلُوسًا وَهُوَ مُضْطَجِعٌ بَيْنَنَا فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ قَاصًّا عِنْدَ أَبْوَابِ كِنْدَةَ يَقُصُّ وَيَزْعُمُ أَنَّ آيَةَ الدُّخَانِ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ بِأَنْفَاسِ الْكُفَّارِ وَيَأْخُذُ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ كَهَيْئَةِ الزُّكَامِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ وَجَلَسَ وَهُوَ غَضْبَانُ يَا أَيَّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ مَنْ عَلِمَ مِنْكُمْ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِمَا يَعْلَمُ وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللهُ أَعْلَمُ فَإِنَّهُ أَعْلَمُ ِلأَحَدِكُمْ أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ اللهُ أَعْلَمُ فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ )
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu : Diriwayatkan daripada Masruq radhiyallaahu 'anhu katanya: Ketika kami duduk di sisi Abdullah yang berbaring di antara kami. Tiba-tiba datang seorang lelaki menemui beliau lalu berkata: Wahai Abu Abdul Rahman! Ada seorang pembawa cerita bohong di hadapan pintu Kindah (pintu Kufah) menceritakan dan menyampaikan anggapan bahwa tanda kepulan asap yang akan datang dan melemaskan orang-orang kafir. Dan mengenai orang-orang mukmin seperti terkena selesma. Abdullah bangkit dan duduk dengan marah lalu berkata: Wahai kaum manusia, bertaqwalah kepada Allah! Barangsiapa di kalangan kalian yang mengetahui sesuatu, hendaklah dia berkata menurut apa yang dia ketahui dan barangsiapa yang tidak mengetahui, hendaklah dia berkata: Allah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya Allah Subhaanahu wa Ta'alaa  telah berfirman kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam  (Katakanlah wahai Muhammad): Aku tidak meminta kepada kalian barang sesuatu bayaran karena menyampaikan ajaran al-Qur'an ini dan aku bukanlah daripada orang-orang yang mengada-ngadakan beban amanat tanggung jawab taklif. (HR. Bukhari dan Muslim)

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka ajaran hidup yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.  (QS.42 /Asy-Syuuraa : 21)

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ لُحَيِّ بْنِ قَمْعَةَ بْنِ خِنْدِفَ أَبَا بَنِي كَعْبٍ هَؤُلاَءِ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu katanya: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  bersabda: Aku melihat Amru bin Luhaiy bin Qam'ah bin Khindif yaitu bapa Bani Ka'ab bergerak dengan dadanya di dalam Neraka (HR. Bukhari dan Muslim)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ يَعْنِي اْلأَمْعَاءَ فِي النَّارِ وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ
Dari Abdur-Razaq dari Ma'mar dari Az-Zuhry dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah bersabda  : Aku melihat 'Amru bin 'Amir Al-Khuza'iy bergerak dengan dadanya, ya'ni usus di neraka. Dan dialah orang yang pertama kali bersaa-ibah (mengkhususkan binatang melata untuk  sesembahan-sesembahan selain Allah maka binatang itu  tidak dibebani muatan) (HR. Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar