Pada musim haji 1432 H/2011 M, seorang jamaah haji dari Gresik Jawa Timur, Ahmad bin Abi Ali Al-Jailani (selanjutnya disebut Ibnu Abi Ali) melaksanakan ibadah haji. Sampai di Madinah, ia diarahkan oleh pembimbingnya untuk menghajikan ayahnya yang telah meninggal dunia sekitar 47 tahun sebelumnya. Kemudian Ibnu Abi Ali dari Madinah menghubungi saudaranya di Jawa per telepon seluler meminta masukan pertimbangan apakah perlu menghajikan ayahnya ataukah tidak?
Terhadap persoalan seperti itu perlu
dikemukakan dasar menghajikan orang lain. Yang dimaksud adalah melaksanakan
ibadah haji menggantikan orang lain. (ayahnya).
Dasar utamanya secara umum ialah haji itu
wajib bagi muslim yang mampu dan bahwa pribadi seseorang itu tidak memikul
tanggungjawab pribadi orang lain.
وَِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3/Aali 'Imraan :
97)
وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لاَ يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ
كَانَ ذَا قُرْبَى
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul
tanggung jawab dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat tanggung jawab
dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul tanggung jawab dosanya itu
tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu)
kaum kerabatnya. (QS. 35/Faathir : 18)
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ
عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ
مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan tidaklah seorang mengusahakan perbuatan
(dosa) melainkan pertanggungjawaban (menanggung siksa)-nya kembali kepada
dirinya sendiri; dan seorang pemikul beban tanggung jawab tidak akan memikul beban
tanggung jawab (dosa) orang lain. Kemudian kepada Rabb kalianlah kalian
kembali, dan akan diberitakan-Nya kepada kalian apa yang kalian
perselisihkan".(QS. 6/Al-An'aam : 164)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ
وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ
عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian
dan takutlah akan suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat
menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya
sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (syaitan)
memperdayakan kalian dalam (mentaati) Allah. (QS. 31/Luqmaan : 33)
Ahli Waris Mengerjakan Haji Keluarganya
yang Meninggal Dunia
Ahli waris memikul tanggung jawab mengerjakan
haji keluarganya yang telah meninggal dunia dunia karena nadzar si mayit.
Nadzar adalah hutang, maka ahli waris yang membayarkan hutangnya termasuk
nadzar berhajji yang belum dilaksanakan.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى
مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ
عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللهَ فَاللهُ أَحَقُّ
بِالْوَفَاءِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma
bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam. Maka ia berkata : Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk haji,
maka dia belum melaksanakan haji hingga dia mati. Apakah aku menghajjikan dia ?
Rasulullah menjawab : Ya. Berhajilah engkau
untuk dia. Bagaiaman pendapatmu jika Ibumu (yang sudah meninggal itu) ada
tanggung jawab hutang, apakah engkau membayarnya ? Lunasilah oleh kalian
(tanggung jawab hutang) pada Allah. Karena (hutang) yang kepada Allah lebih
berhak untuk dibayar (HR. Bukhari)
Keluarga perwalian mengerjakan haji untuk
kerabatnya
Keluarga perwalian mengerjakan hajji untuk
kerabatnya yang masih hidup tetapi berhalangan secara fisik dan terdapat
kekayaan untuk melaksanakannya.
حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ
تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ
فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ
الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اْلآخَرِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ فَرِيضَةَ
اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لاَ
يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ
وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
Hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallaahu
'anhumaa katanya: al-Fadhli bin Abbas pernah mengikuti Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam. Seorang wanita dari daerah Khats'am menemui baginda
untuk meminta fatwa. al-Fadhli memandang wanita itu dan kebetulan wanita itu
juga memandangnya. Melihat keadaan itu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam memalingkan wajah al-Fadhli ke
arah lain. Wanita itu berkata: Wahai Rasulullah! Allah telah mewajibkan ke atas
hamba-hambanya mengerjakan ibadat Haji. Aku dapati ayahku telah lanjut usia,
tidak mampu bertahan di atas kendaraan. Adakah boleh aku menunaikan ibadat Haji
sebagai gantinya? Baginda menjawab: Ya! Peristiwa ini terjadi ketika baginda
mengerjakan Haji Wada' (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun Abu Ali Al-Jailani, ayah Ibnu Abi Ali
sudah meninggal dunia pada 1964 dan tidak ada riwayat yang sampai kepada ahli
warisnya bahwa sang ayah bernadzar hajji yang belum dilaksanakan sehingga
menjadi hutang. Memang jika Abu Ali
Al-Jailani bernadzar dengan syarat, misalnya : Jika aku …………………… maka
aku akan pergi berhaji, maka diwasiatkan ataupun tidak, itu adalah hutang yang
harus dibayar yaitu dengan cara ahli warisnya menghajikannya jika syarat dalam
nadzar itu terjadi dan Abu Ali Al-Jailani belum melaksanakan haji memenuhi
nadzarnya. Adapun bila Abu Ali Al-Jailani melaksanakan haji dengan telah
terjadinya syarat yang dimaksud itu, dan syarat dan rukun hajinya telah
terpenuhi maka ia telah pula melaksanakan kewajiban haji sebagaimana menjadi
rukun Islam kelima.
Ayat-ayat Allah dan pernyataan Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam secara keseluruhan dan yang secara khusus disebutkannya
kata nadzar itu telah cukup jelas untuk dilaksanakan.
Perbedaan Madzhab Pendapat Ulama Diantara
Ayat-Ayat Allah dan Missi Setan
Sekurang-kurangnya ada lima pendapat yang dijadikan madzhab. Pendapat
Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Syafi'i. Keempatnya
berpendapat bahwa hadits tersebut diatas
menunjukkan wajib menggantikan orang yang telah meninggal dunia naik haji, baik
itu diwasiatkan maupun tidak. Alasannya hutang itu wajib dibayar secara mutlak,
begitu halnya kewajiban-kewajiban lain mengenai harta, seperti kafaraat, zakat
dan nadzar.
Sedangkan Malik berkata "Dihajikan
hanyalah bila ia meninggalkan wasiat. Jika ia tidak memberi wasiat, maka
tidaklah digantikan, karena haji itu merupakan ibadah yang lebih menonjolkan
segi fisik, sehingga tidak dapat digantikan"
Dengan bermadzhabkan pada pendapat-pendapat
tersebut jelaslah umat terpecah menjadi sebanyak madzhab yang berkembang.
Keadaan ini dapat dilihat posisinya diantara
ayat-ayat Allah dan missi setan.
Ayat Allah menggariskan untuk tidak berpecah
belah :
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ
نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ
عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ
يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Dia, Allah, telah mensyari`atkan pada kalian
ajaran hidup ialah apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah ajaran hidup ini dan janganlah kalian berpecah belah
di dalamnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik ajaran hidup yang engkau seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada ajaran hidup itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (ajaran)-Nya itu orang yang kembali
(kepada-Nya). (QS. 42/Asy-Syuuraa : 13)
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا
الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا
دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Maka
hadapkanlah arah (hidup)-mu dengan tegak secara lurus pada ajaran hidup (dari
Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) ajaran hidup yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat
kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta tegakkanlah shalat dan janganlah
kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah belah ajaran hidup mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS.
30/Ar-Ruum : 30-32)
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ
ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah ajaran hidupnya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah
akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS.
6/Al-An'aam : 159)
Sedangkan missi setan menggariskan
perpecahan.
Ketika Penguasa Kerajaan
Riba (The Lords of The Usury Empire) telah menguasai dunia dengan the Super-Government Administration
(Pemerintah Bangsa-Bangsa), sesepuh terpelajar mereka telah mempersiapkan
rencana aksi yang manuskripnya dibacakan oleh Amschel Mayer Rothschild
yang saat ia memberikan pidatonya setelah mengembangkan lembaga ribanya dari
money-lender (pemberi pinjaman berbunga) menjadi bank dan ia mendirikan The
Haouse of Rothschild di Jundenstrasse Frankfurt, Jerman dimana suatu
pertemuan dikatakan diadakan pada tahun 1773. Diantaranya dikatakan bahwa :
Untuk suatu saat kita
mungkin berhasil dibuat berurusan dengan sebuah koalisi goyim(non-Yahudi) di
seluruh dunia, tetapi dari bahaya ini kita teramankan oleh perpecahan yang ada
diantara mereka yang akar-akarnya begitu dalam tertanam yang hingga sekarang
ini dari mereka belum pernah bisa tercabut. Telah kita buat goyim (non-Yahudi)
itu satu sama lain saling bertentangan secara pribadi maupun nasional, yang
disebabkan oleh kebencian agama dan ras, yang telah kita tumbuhsuburkan menjadi
besar selama kurun waktu 20 abad.
"Manakala bangsa Arab baru, atas nama
Islam mengambil Yatsrib dan Khaibar dari tangan bangsa Israil dan bangsa Israil
terusir, bangsa Israil bisa merasuk ke dalamnya sehingga merekapun pecah karena
jarum berbisa Yahudi telah ada dalam dada-dadanya".
Inilah testimonial Yahudi bahwa suntikan
berbisa Yahudi telah merasuk kedalam dada non-Yahudi sehingga Ali bin Abi
Thalib dibunuh mengakhiri kepemimpinan dunia diatas jejak kenabian dan
terpecahbelahnya umat muslimin dalam faham teologi, kemudian aliran sufi dan
madzhab fiqih telah dimulai.
Kemudian pada kenyataannya yang kita
saksikan adalah klaim Yahudi yang menyatakan sebagai berikut :
"Wahai penakluk Eropa, bangsa Yahudi
bukanlah kambing perahan. Dan bangsa Yahudi bekerja memasuki hati-hatimu dan ke
dalam jantungmu. Pada suatu saat jantung dan hatimu berhenti dan bangsa Yahudi
mengganti dengan hati dan jantung yang lain sehingga otakmu akan menuruti hati
yang baru". (A.D. El Marzdedeq, dim. av, Jaringan Gelap Freemasonry,
Sejarah & Perkembangannya Hingga ke Indonesia, PT Syaamil Cipta Media,
Bandung, 2007, cet. ke-3, hal. 101-102).
Allah yang Berwenang Memberikan Beban
Tanggung jawab Taklif
Permasalahan yang timbul dengan perbedaan
perndapat yang kemudian menjadi persoalan perbedaan faham teologi, madzhab
hukum fiqh, aliran thariqat, ormas dan orpol adalah beban berat menuju tidak
tertanggungkan yang tak sekedar sia-sia, sudah pasti bukan tanggung jawab
taklif yang Allah Subhaanahu wa Ta'alaa berikan bebannya atas manusia.
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tidak
pula membebani diri seseorang amanat
tanggung jawab taklif melainkan adalah apa yang telah diberikan-Nya.
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا
ءَاتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Allah tidak memikulkan beban amanat tanggung
jawab taklif kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS.
65/Ath-Thalaaq : 7)
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak
meminta upah sedikitpun kepadamu atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk
orang-orang yang mengada-adakan beban amanat tanggung jawab taklif.. (QS 38/Shaad : 86)
حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ : عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللهِ جُلُوسًا وَهُوَ
مُضْطَجِعٌ بَيْنَنَا فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
إِنَّ قَاصًّا عِنْدَ أَبْوَابِ كِنْدَةَ يَقُصُّ وَيَزْعُمُ أَنَّ آيَةَ
الدُّخَانِ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ بِأَنْفَاسِ الْكُفَّارِ وَيَأْخُذُ الْمُؤْمِنِينَ
مِنْهُ كَهَيْئَةِ الزُّكَامِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ وَجَلَسَ وَهُوَ غَضْبَانُ يَا
أَيَّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ مَنْ عَلِمَ مِنْكُمْ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِمَا
يَعْلَمُ وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللهُ أَعْلَمُ فَإِنَّهُ أَعْلَمُ ِلأَحَدِكُمْ
أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ اللهُ أَعْلَمُ فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ
عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ )
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu
'anhu : Diriwayatkan daripada Masruq radhiyallaahu 'anhu katanya:
Ketika kami duduk di sisi Abdullah yang berbaring di antara kami. Tiba-tiba
datang seorang lelaki menemui beliau lalu berkata: Wahai Abu Abdul Rahman! Ada seorang pembawa cerita
bohong di hadapan pintu Kindah (pintu Kufah) menceritakan dan menyampaikan
anggapan bahwa tanda kepulan asap yang akan datang dan melemaskan orang-orang
kafir. Dan mengenai orang-orang mukmin seperti terkena selesma. Abdullah
bangkit dan duduk dengan marah lalu berkata: Wahai kaum manusia, bertaqwalah
kepada Allah! Barangsiapa di kalangan kalian yang mengetahui sesuatu, hendaklah
dia berkata menurut apa yang dia ketahui dan barangsiapa yang tidak mengetahui,
hendaklah dia berkata: Allah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya Allah Subhaanahu
wa Ta'alaa telah berfirman kepada
Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam
(Katakanlah wahai Muhammad): Aku tidak meminta kepada kalian barang
sesuatu bayaran karena menyampaikan ajaran al-Qur'an ini dan aku bukanlah
daripada orang-orang yang mengada-ngadakan beban amanat tanggung jawab taklif.
(HR. Bukhari dan Muslim)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ
الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ
بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan
selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka ajaran hidup yang tidak diizinkan
Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka
telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh
azab yang amat pedih. (QS.42 /Asy-Syuuraa : 21)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ
عَمْرَو بْنَ لُحَيِّ بْنِ قَمْعَةَ بْنِ خِنْدِفَ أَبَا بَنِي كَعْبٍ هَؤُلاَءِ
يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu katanya:
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Aku
melihat Amru bin Luhaiy bin Qam'ah bin Khindif yaitu bapa Bani Ka'ab bergerak
dengan dadanya di dalam Neraka (HR. Bukhari dan Muslim)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا
مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ
قُصْبَهُ يَعْنِي اْلأَمْعَاءَ فِي النَّارِ وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ
السَّوَائِبَ
Dari
Abdur-Razaq dari Ma'mar dari Az-Zuhry dari Abu Hurairah, ia
berkata : Rasulullah bersabda : Aku
melihat 'Amru bin 'Amir Al-Khuza'iy bergerak dengan dadanya, ya'ni usus di
neraka. Dan dialah orang yang pertama kali bersaa-ibah (mengkhususkan
binatang melata untuk
sesembahan-sesembahan selain Allah maka binatang itu tidak dibebani muatan) (HR. Ahmad)