Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa telah menyempurnakan ajaran hidup bagi manusia sebagai kesempurnaan nikmat yang diridhai. Diantara manusia ada yang mensyukurinya dengan menyempurnakan penghambaan diri pada Sang Penciptanya dibawah kepemimpinan nabi-nabi Allah hingga yang terakhir Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tiap kali di kurun sepeninggal kepemimpinan nabi-nabi Allah, ada pula manusia yang memecahbelah ajaran hidup itu yang di era mutakhir ini bahkan kuantitas dan intensitasnya bisa dikatakan sempurna sedemikian rinci.
Kabilah-kabilah di Makkah
Peperangan itu ada kalanya dinamakan sesuai nama lokasi terjadinya atau nama sumber air yang menjadi penyebabnya, seperti perang ‘Ain Abagh, perang Zi qar dan perang Syib Jabalah. Dan juga dinamakan dengan nama orang, hewan atau apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya peperangan tersebut, seperti perang al Basus(nama seorang wanita tua, al Basus) dan perang Dahis wa al Gabra (nama kuda jantan dan unta betina, Dahis dan al Gabra). Peperangan antar kabilah Arab tersebut sudah sering terjadi, sehingga bisa disebutkan peperangan seperti itu dikalangan kabilah-kabilah Arab sudah menjadi tradisi.
Bangsa Arab di Makkah sebelum Kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam terdiri dari berbagai kabilah atau suku yang hanya tunduk kepada kepala sukunya sendiri, sehingga mereka sangat lemah karena tenggelam dalam berbagai konflik internalnya sendiri. Dalam sejarah diketahui bahwa mereka seringkali berperang dengan kabilah Arab lainnya hanya karena masalah sepele, seperti karena masalah hewan ternak saja bisa menjadi faktor penyebab utama terjadi perang saudara. Peperangan antar kabilah yang biasanya berlangsung pada siang hari itu karena memperebutkan kepemimpinan, sumber-sumber air, dan padang rumput untuk pengembalaan ternak-ternak mereka. Konflik tersebut seringkali menyebabkan peperangan yang menumpah darah. Dan peperangan tersebut akan berakhir dengan sendirinya jika malam tiba, maka dari itu peperangan itu sering disebut juga sebagai hari-hari bangsa Arab.
Baca : Kompasiana
Tatkala Muhammad bin Abdullah belum diangkat menjadi nabi, berusia 35 tahun, orang-orang Quraisy memperbaiki bangunan Ka’bah. Bangunan Ka’bah di rubuhkan kemudian diperbaharui kembali, namun ketika mereka telah sampai ke tempat Hajar Aswad mereka saling berselisih pendapat mengenai siapa yang paling terhormat dan dapat meletakkan hajar aswad pada tempatnya, dan setiap dari para kabilah yang ada ingin mendapatkan kehormatan tersebut, kemudian pertentangan semakin keras sehingga hampir saja peperangan terjadi di antara mereka, kemudian mereka memutuskan bahwa yang berhak memutuskan perkara ini untuk mereka adalah orang yang paling pertama masuk dari pintu Bani Syaibah, dan orang tersebut adalah Muhammad bin Abdullah. Ketika mereka melihatnya mereka mengatakan: dia adalah orang yang terpercaya dan jujur, kami rela dengan keputusannya, dan ketika beliau memutuskan hal tersebut, keputusannya menjadi sebuah solusi yang di ridhai oleh seluruh pihak yang bertikai. Kemudian beliau membentangkan kainnya, kemudian beliau mengambil hajar aswad dan meletakkannya di atas kainnya. Kemudian beliau memerintahkan kepada setiap (ketua) kabilah untuk memegang ujung kain tersebut untuk mengangkatnya. Ketika mereka telah mengangkatnya, dan telah sampai ke tempatnya, beliau mengambil hajar aswad dan meletakkan di tempatnya. Merekapun rela dengan hal tersebut. Darah orang Arab terjaga dari pertumpahan darah. Baca : Rasoulallah
Suku-suku di Yatsrib
dakwatuna.com - Kota Yatsrib berpenduduk asli Suku Aus dan Suku Khazraj. Di samping mereka, orang-orang Yahudi juga menentap di sana . Meski bermuamalah dengan penduduk Suku Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi tidak bisa menutupi sikap permusuhan mereka. Bahkan, orang-orang Yahudi ini menjanjikan bahwa akan datang seorang nabi yang akan memimpin mereka memerangi Suku Aus dan Khazraj sebagaimana memerangi kaum ‘Ad dan Tsamud.
Keyakinan akan datangnya nabi tersebut begitu melekat di penduduk Yatsrib. Hingga suatu ketika di musim haji Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan mendatangi kabilah-kabilah yang tengah melaksanakan haji di Baitullah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan rombongan dari Suku Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Orang-orang Khazraj saling berkata kepada satu sama lain, “Ketahuilah, demi Allah, ini adalah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Maka, jangan sampai mereka mendahului kalian.”
Orang-orang Suku Khazraj itu menerima ajakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Mereka masuk Islam. Mereka kembali ke Yatsrib dan mengajak kaumnya masuk Islam sehingga tidak ada satu pun rumah-rumah Suku Khazraj dan Aus yang penghuninya tidak membicarakan tentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam. Baca : Wirausaha Pesantren
Sempurna Diajarkan Allah, Sempurna Dilaksanakan Rasulullh
Allah Subhaanahu waTa’aalaa menyempurnakan Islam
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian ajaran hidup kalian, dan telah Aku cukupkan dengan sempurna kepada kalian ni`mat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi ajaran hidup bagi kalian. (QS. 5/Al-Maa-idah : 3)
Muhammad bin Abdullah bukanlah orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin, tetapi Allah yang mengangkatnya menjadi Rasul, Allah memberikan kanabian pada beliau membawa missi kerasulan menjawab krisis arah visioner kemana seharusnya prikehidupan umat manusia dipimpin.
Itulah kemudian masyarakat dipimpin dan diikat dengan janji yang tak hanya janji kosong yang menyilaukan umat sebatas menyejahterakan dengan kemajuan ekonomi sesaat di dunia. Masyarakat dengan inti umatnya yang beriman dipimpin dan diikat dengan janji selamat sejahtera yang permanen di akhirat. Masyarakat diselamatkan dari ikatan janji angan-angan orang yang berambisi mencalonkan diri sebagai pemimpin. Umat beriman yang menjadi inti masyarakatnya diikat dengan janji dari Rabb yang Maha Menciptakan manusia dan alam semesta.
Abdullah bin Saba
Dimasa pemerintahan dunia Muslimin ada pada kepemimpinan Utsman bin 'Affan, datangnya orang yang bernama Abdullah bin Saba, seorang pendeta besar Yahudi dari Yaman yang telah masuk Islam sekitar tahun 30 H, debut penyutradaraan perseteruan umat manusia dimainkan lagi. Dia menyangka kedatangannya sebagai pendeta besar yang telah muallaf akan disambut dengan penuh kehormatan oleh Khalifah Utsman, tetapi yang terjadi tidaklah demikian. Khalifah yang sangat sibuk menyusun dan mengumpulkan Al-Quran tidak menjadikan keberadaan Abdullah bin Saba bagian perhatian utama. Kenyataan itu membuat kebencian dalam hati Abdullah bin Saba .
Ia kemudian membangun gerakan anti (penentang) Utsman dengan cara menyusup kedalam barisan kaum Muslimin dan menghasut mereka agar ikut membenci Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba berusaha meruntuhkannya dengan mengubah hadits yang lebih condong membela dan membenarkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang seharusnya.
Dia mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib yang memang lebih banyak disebut dalam hadits Nabi.
Sebagaimana diketahui Utsman banyak mengangkat kerabatnya dari bani Umayyah untuk menduduki berbagai jabatan. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan orang banyak terhadap Utsman. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak Yahudi, yaitu Abdullah bin Saba ` dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah. Orang-orang menggugat Utsman atas kebijakan-kebijakannya mengangkat para kerabatnya. Utsman mengumpulkan para gubernur dan bermusyawarah. Akhirnya Utsman memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Abdullah bin Saba ` berhasil menyebarkan pemikiran menyimpang di Mesir, menghasut masyarakat untuk menentang Utsman, dan juga pengkultusan terhadap Ali. Maka bergeraklah sekitar 600 orang ke Madinah dengan kedok akan berumrah. Padahal mereka ingin menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah. Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Utsman mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menemui mereka. Ali menemui mereka dan membantah segala pemikiran mereka yang menyimpang, termasuk tentang pengkultusan atas dirinya. Mereka menyesali diri seraya berkata, “Orang inikah yang kalian jadikan alasan untuk memerangi dan memprotes Khalifah?”
Baca : Hadithuna – Muslim Blog
Pada kenyataannya hingga sekarang umat Muslimin tidak berhenti berkembang biak menjadi pecahan-pecahan sampai serinci-rincinya yang induknya perpecahan penganut kultus Ali bin Abi Thalib (ahlul Bait Rasulullah) di satu sisi yang dikenal sebagai penganut faham Syi'ah yang dengan sendirinya memposisikan yang lainnya di fihak yang dikenal sebagai Sunny.
Mathla’ Hilal
Mathla’ hilal artinya tempat atau waktu terbitnya bulan sabit. Dimaksudkan dengan mathla’ hilal disini adalah pengertiannya dalam hubungannya dengan perintah Allah dan pelaksanaan Sunnah Rasulullah untuk berpuasa karena melihat bulan sabit memasuki bulan Ramadhan dan berbuka (tidak puasa) karena melihat bulan sabit masuk bulan Syawwal.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS. 2/Al-Baqarah : 185)
Berkenaan dengan perintah Allah dalam Al-Qur'an itu terdapat riwayat tentang sabda Rasulullah dan pernyataan Ibnu Abbas :
Riwayat-riwayat Pertama :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ يَوْمًا
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Apabila kalian melihat hilal (bulan sabit Ramadhan), hendaklah kalian berpuasa. Dan apabila kalian melihatnya (bulan sabit Syawal), hendaklah kalian berbuka. Jika hilal itu tertutupi terhadap kalian, berpuasalah selama tiga puluh hari (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhumaa, ia berkata : Manusia pada melihat hilal, maka saya khabarkan kepada Rasulullah bahwa saya telah melihatnya. Maka Rasulullah berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa padanya (HR. Abu Daud)
Riwayat Kedua :
Riwayat kedua tentang melihat hilal ini dijadikan dasar untuk perbedaan mathla' hilal yang melestarikan perbedaan, perseteruan dan persaingan yang senantiasa dikemas dengan indahnya dalam bungkus "Menghargai Perbedaan"
Riwayat jenis kedua itu ialah :
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ هِلاَلُ رَمَضَانَ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْنَا الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَأَنْتَ رَأَيْتَهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقُلْتُ رَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ قَالَ لَكِنْ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ يَوْمًا أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَلاَ تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ قَالَ لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Kuraib bahwa Ummi Al-Fadhil binti Al-Harits menyuruhnya ke Mu'awiyah di Syam. Ia berkata : Ketika aku sampai di Syam dan aku selesaikan urusan Ummi Al-Fadhil dan muncullah diatasku hilal Ramadhan. Dan sedang saya di Syam maka kami melihat hilal pada malam Jun'at. Kemudian saya datang kembali ke Madinah di akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepada saya dan dia ingat akan hilal. Kemudian Ibnu Abbas bertanya : Kapan kalian melihat hilal? Kemudian saya menjawab : Kami melihatnya malam Jum'at.
Ibnu Abbas bertanya lagi : Apakah engkau sendiri melihatnya di malam Jum'at? Maka saya katakan : Manusia pada melihatnya dan mereka berpuasa, demikian pula Mu'awiyah juga puasa.
Ibnu Abbas berkata : Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu maka kami tetap puasa sehingga kami menyempurnakannya 30 hari atau kami melihatnya.
Maka aku (Kuraib) mengatakan : Tidakkah cukup dengan ru'yah Mu'awiyah dan puasanya ?.
Ibnu Abbas menjawab : Tidak, Demikianlah Rasulullah shallallaau 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami.
قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ لِكُلِّ أَهْلِ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ
Abu 'Isa berkata hadits Ibnu Abbas itu hadits hasan shahih gharib dan pelaksanaan hadits ini di fihak ahli ilmu adalah bahwa tiap penduduk negeri mempunyai ru'yah (mathla' hilal) mereka sendiri (HR. At-Tirmidzy)
Dengan hadits (yang tidak mempunyai kepastian merupakan sunnah kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam) yang diriwayatkan Kuraib, berkembanglah pluralisme mathla' hilal.
Pluralisme mathla' hilal sebagaimana dikemukakan oleh Abu 'Isa tersebut adalah bahwa tiap penduduk negeri mempunyai ru'yah (mathla' hilal) mereka sendiri. Tidak sekadar tiap penduduk negeri, tetapi juga tiap penganut teori antara teori dengan perhitungan falakiyah yang disebut berdasarkan hisab dan yang menganut faham ru'yah yang artinya melihat. Masing-masing dari kedua penganut itu, baik sendirian maupun berjama'ah dengan organisasi maupun ulama dan ilmuwannya yang terinci perbedaannya dalam melegalisir sahnya bulan sabit telah terbit dalam perbedaan berapa poin derajat dan menitnya di atas ufuk.
Sidang Isbat Senin, 29 Agustus 2011 22:15 WIB (dari kiri) : Ketua Majelis ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin, Menteri Agama RI Surya Darma Ali, Dirjen Bimas Islam Nazaruddin Umar, Sekjen Kemenag Bahrul Hayat saat sidang Itsbat 1 Syawal 1432 H di Kantor Kementrian Agama RI, Jakarta, Senin (29/8). Dalam sidang tersebut diputuskan bahwa 1 syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011. Media Indonesia.com
Tentu saja demam pluralisme dengan menerapkan
pluralisme standar mathla' hilal (menggunakan beragam teori dan lokasi
terbitnya bulan sabit untuk menentukan penanggalan memasuki bulan Ramadhan dan
bulan Syawwal), ajaran dan missi yang diuntungkan adalah ajaran dan missi
melestarikan perpecahan. Ajaran dan missi yang dianut adalah merobohkan
bangunan yang dibangun Rasulullah dimana dibawah kepemimpinan kenabian dan
tindaklanjutnya diatas jejak kenabian sehingga risalah kenabian ini tak ada
ruang dan waktu untuk missi pelestariannya.
Missi Rasulullah
dan tindaklanjutnya diatas jejak
kenabian, pelestariannya diganti dengan missi pelestarian perpecahan yang
senantiasa dilatarbelakangi scenario dan penyutradaraan Insiders Yahudi
konspirator.Qadzafi Dibunuh yang Perencana Ceritanya ada di Balik AS |
Sesama dari Bangsa Muslim Merayakan Terbunuhnya Qadzafi |
Maka dengan telah disempurnakannya ajaran hidup dan ni'mat kehidupan dan diridhainya ajaran ini oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa sebagaimana difirmankan, masyarakat demam pluralisme dengan menerapkan pluralisme standar mathla' hilal melancarkan aksi menyempurnakan pemecahbelahan ajaran hidup manusia dan umatnya. Sempurna diajarkan, sempurna dipecahbelah oleh penganut pluralisme baik yang pluralisme agama, non-agama maupun yang anti agama. Sempurna pula terorisme penganut pluralisme dalam Devide et Impera terhadap Allah yang berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpegangteguhlah kalian semuanya pada tali (ajaran hidup yang yang diajarkan) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepada kalian ketika kalian telah berada dalam keadaan bermusuh-musuhan, maka Allah memperkaitkan kalbu-kalbu kalian, maka menjadilah kalian dengan ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, maka (dengan ni'mat-Nya) Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian berpetunjuk. (QS. 3/Aali 'Imraan : 103)
Dengan sempurna dipecahbelahnya ajaran hidup manusia oleh syaithan manusianya sendiri, yang menjadi perhatian yang menyibukkan masyarakat dunia saat ini hanya terpecahbelahnya detail-detail komponen masyarakat lestari perselisihan, perseteruan, konflik, terorisme, perang saling membunuh saja. Walaupun sebenarnya setelah binasa sebagai ujung perseteruan manusia, maka kebenaran yang ada tinggallah yang difirmankan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Maka tegakkanlah arah hadapmu dengan lurus pada ajaran hidup (dari Allah); (tetaplah pada) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) ajaran hidup yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (yaitu) dengan bertaubat kembali kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah ajaran hidup mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. 30/Ar-Ruum : 30-32)