QS. 2/Al-Baqarah : 111-112
Masadepan
surga Allah di akhirat dijanjikan bagi orang yang mentaati ayat-ayat Allah di
atas jejak kenabian. Orang-orang Yahudi berkepentingan untuk menghancurkan
kebergantungan cita-cita masuk surga Allah di akhirat. Demikian pula sekaligus
untuk melecehkan non-Yahudi. Non-Yahudi disombongi dengan keunggulan kebangsaan
Yahudi seolah non-Yahudi bukan kelas makhluk surga Allah di akhirat.
Dan
mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani”. Demikian itu (hanya)
angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjuk-kan kebenaranmu jika
kamu adalah orang-orang yang benar”. (QS. 2/Al-Baqarah : 111)
(Tidak
demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2/Al-Baqarah : 112)
Allah Subhaanahu
wa Ta’aalaa menjelaskan ketertipuan orang-orang Yahudi dan Nasrani
oleh apa yang ada pada diri mereka, dimana setiap kelompok dari keduanya
(Yahudi dan Nasrani) mengaku bahwasanya tidak akan ada yang masuk surga kecuali
mereka yang memeluk agama kelompok tersebut, sebagaimana yang diberitahukan
Allah Tabaraka wa Subhaanahu wa Ta’aalaa melalui firman-Nya dalam
surat al-Maidah berikut ini, mereka menyatakan,
“Kami
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” (QS. 5/Al-Maidah : 18)
Kemudian
Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa mendustakan pengakuan mereka itu
melalui pemberitahuan yang disampaikan dalam firman-Nya bahwa Dia akan mengadzab
mereka akibat dosa yang mereka perbuat. Seandainya mereka adalah se-perti apa
yang mereka aku, niscaya keadaannya tidak demikian. Sebagaimana pengakuan
mereka sebelumnya yang menyatakan bahwa mereka tidak akan disentuh oleh api
neraka, kecuali beberapa hari saja. Kemudian mereka masuk ke surga. Tetapi
pengakuan mereka yang ini pun mendapat bantahan dari Allah Subhaanahu
wa Ta’aalaa. Berikut ini adalah bantahan Allah Subhaanahu wa
Ta’aalaa berkenaan dengan pengakuan mereka yang tidak berdasarkan dalil,
hujjah, dan keterangan yang jelas, di mana Dia berfirman,
“Itulah
angan-angan mereka.”
Abul
‘Aliyah mengata-kan: “Artinya, yaitu angan-angan yang mereka dambakan dari
Allah tanpa alasan yang benar.” Hal senada juga dikemukakan oleh Qatadah dan
ar-Rabi’ bin Anas.
Selanjutnya
Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,
“Katakan, hai Muhammad, Kemukakanlah
penjelasan kalian.”
Abul
‘Aliyah, Mujahid, as-Suddi, dan ar-Rab’i bin Anas mengatakan, “(Artinya)
kemukakanlah hujjah (dalil, argumentasi, alasan) kalian.”
Sedangkan
Qatadah mengatakan, “Berikanlah keterangan kalian mengenai pengakuan kalian
itu,
“Jika kalian orang-orang yang benar, dalam pengakuan kalian
itu.”
Setelah
itu Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,
“Bahkan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia berbuat baik.”
Maksudnya,
barangsiapa yang mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah semata, yang tiada
sekutu bagi-Nya.
Berkaitan
dengan firman-Nya,
“Bahkan
barang-siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,”
Abu
al-Aliyah dan ar-Rabi’ bin Anas mengatakan,
“(Yaitu),
barangsiapa yang benar-benar tulus karena Allah.”
Sa’id
bin Jubair mengatakan,
“sedangkan
ia berbuat baik,”
artinya,
mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena amal
perbuatan yang diterima itu harus memenuhi dua syarat, (1) harus didasarkan pada
ketulusan karena Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa semata, dan syarat
(2) harus benar dan sejalan dengan syari’at Allah. Jika suatu amalan itu sudah
didasarkan pada keikhlasan hanya karena Allah, tetapi tidak benar dan tidak
sesuai dengan syariat, maka amalan tersebut tidak diterima. Oleh karena itu,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Abdurrahman meriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Ja'far dari Sa'd bin Ibrahim, ia mendengar Al-Qasim berkata : Aku mendengar 'Aisyah berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa
mengerjakan suatu amal yang tidak sejalan dengan perintah kami, maka amal itu
tertolak.” (HR. Ahmad )
Dengan
demikian, perbuatan para pendeta ahli ibadah dan yang semisalnya, meskipun
mereka itu sangat tulus ikhlas dalam mengerjakannya karena Allah, namun
perbuatan mereka itu tidak diterima sehinga mereka mengikuti ajaran
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus kepada
mereka dan kepada seluruh umat manusia. Mengenai mereka dan orang yang
semisalnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman:
“Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
bagaikan debu yang berterbangan.” (QS. 25/Al-Furqan: 23)
Sedangkan
amal yang secara lahiriyah sejalan dengan syariat tetapi pelakunya tidak
mendasarinya dengan tulus ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa,
maka amal perbuatan seperti itu ditolak. Demikian itulah keadaan orang-orang
yang riya dan orang-orang munafik, sebagaimana firman
Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa:
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari
shalat-nya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang
berguna.” (QS.
107/Al-Maa’uun: 4-7)
Oleh
karena itu, Dia berfirman:
Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya ilah (yang diibadati) kalian itu adalah ilah (yang
diibadati) yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya".
(QS.
18/Al-Kahfi: 110)
Dalam
surat al-Baqarah ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman:
“(Tidak
demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan.”
Dan
firman-Nya:
“Maka baginya pahala pada
sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”
Dengan
amal perbuatan mentaati Allah itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa menjamin
sampainya balasan nilai amal kepada mereka serta memberikan rasa aman dari
hal-hal yang mereka khawatirkan.
“Dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka,” dari apa yang akan mereka hadapi,
“Dan
tidak pula mereka bersedih hati,” atas apa yang telah ditinggalkan di
masa yang lalu.
Sebagaimana
yang dikatakan Sa’id bin Jubair,
“Dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka,” yaitu di akhirat kelak,
“Dan
tidak pula mereka bersedih hati,” atas datangnya kematian.
Kepentingan
Yahudi Menghancurkan Masadepan Surga di Akhirat
Pertama : Penghancuran
terhadap keimanan dan keterikatan cita-cita yang dijanjikan Allah pada
surga-Nya di akhirat agar manusia tidak berpegang pada ayat-ayat Allah yang
membawa berita yang benar tentang yang dijanjikan itu. Dengan demikian manusia
menjadi mesti mempercayai apa yang dituliskan, dikarang oleh Yahudi.
Hari
Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan
dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum
beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat
suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka
merubah kalam-kalam (Allah) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan:
"Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh mereka) kepada kalian,
maka terimalah, dan jika kalian diberi yang bukan ini maka hati-hatilah".
Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak
akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh
kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS.
5/Al-Maa-idah : 41)
Kedua
:
Ketaatan pada ayat-ayat Allah merupakan pembuktian akan kebenarannya, yaitu
menjadi jelas kebenaran ajaran yang dibawa para rasul Allah ini. Ini
memuncakkan kebencian orang-orang yang tidak beriman. Maka Yahudi
berkepentingan untuk mengobarkan kebencian oprang-orang yang tidak beriman di
seluruh dunia.
Belumkah
sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud
dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.
Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu
mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata:
"Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya
(kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang
menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya". (QS.
14/Ibraahiim : 9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar