QS. 2/Al-Baqarah : 113 - 114
Dan
orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai
sesuatu pegangan”, padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula
orang-orang yang tidak me-ngetahui, mengucapkan seperti ucapan mereka itu. Maka
Allah akan meng-adili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang
mereka ber-selisih padanya. (QS. 2/Al-Baqarah
: 113)
Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama
Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut
(kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa
yang berat.
(QS. 2/Al-Baqarah 114)
Dan
firman Allah Ta’aalaa:
“Dan
orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan.’ Dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi itu tidak
mempunyai suatu pegangan.’ Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab.”
Allah Ta’aalaa menjelaskan
mengenai pertentangan, kebencian, permusuhan, dan keingkaran di antara
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Sebagaimana
yang diriwayatkan Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan ketika
orang-orang Nasrani Najran menghadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, datang pula kepada mereka para pendeta Yahudi. Lalu mereka saling
berselisih di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
Rafi’ bin Harmalah (salah seorang pendeta Yahudi) mengatakan, “Kalian tidak
memiliki pegangan apapun, dan mengingkari Isa dan Injil.” Lalu salah seorang
dari orang-orang Nasrani Najran itu berkata kepada orang-orang Yahudi, “Kalian
tidak memiliki pegangan sesuatu apapun, dan mengingkari kenabian Musa dan kufur
terhadap Taurat.” Berkenaan dengan hal itu, Allah Ta’aalaa berfirman:
“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak
mempunyai suatu pegangan.’ Dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi
itu tidak mempunyai suatu pegangan.’ Padahal mereka (sama-sama) membaca
al-Kitab.” Kemudian
Ibnu Abbas berkata: “Masing-masing kelompok itu membaca dalam kitabnya sesuatu
yang membenarkan orang yang mereka ingkari. Orang-orang Yahudi kufur terhadap
Isa padahal di tangan mereka terdapat kitab Taurat yang di dalamnya Allah Ta’aalaa telah
mengambil janji melalui lisan Musa ‘alaihissalamuntuk membenarkan Isa.
Sedangkan dalam kitab Injil yang dibawa Isa terdapat perintah untuk membenarkan
Musa dan kitab Taurat yang diturunkan dari sisi Allah. Masing-masing kelompok
mengingkari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Mereka itu Ahlul Kitab
yang hidup pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Pernyataan
di atas mengandung pengertian bahwa masing-masing dari kedua kelompok
membenarkan dalam apa yang mereka tuduh oleh kelompok lain. Namun secara
lahiriyah redaksi ayat di atas mengandung celaan terhadap apa yang mereka
ucapkan, padahal mereka mengetahui kebalikan dari apa yang mereka kemukakan
tersebut. Oleh karena itu Allah Ta’aalaa berfirman,
“Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab.”
Maksudnya,
mereka mengetahui syariat Taurat dan Injil. Kedua kitab tersebut telah
disyariatkan pada waktu tertentu, tetapi mereka saling mengingkari karena
membangkang dan kufur serta menghadapkan suatu kebatilan dengan kebatilan yang
lain. Wallahu a’lam.
Firman
Allah Ta’aalaa,
“Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan
seperti ucapan mereka itu.”
Dengan
ini Allah menjelaskan kebodohan orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka
saling melempar ucapan. Dan ini adalah ucapan yang bernada isyarat.
Para
ulama masih berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksudkan dalam firman AllahTa’aalaa,
“Orang-orang yang tidak mengetahui.”
Mengenai
ayat ini, ar-Rabi’ bin Anas dan Qatadah mengatakan: “Orang-orang Nasrani
mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan orang-orang Yahudi.”
Masih
mengenai firman-Nya,
“Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui,”
As-Suddi
mengatakan, “Mereka itu adalah orang-orang Arab yang mengatakan bahwa Muhammad
itu tidak memiliki pegangan apapun.”
Sedangkan
Abu Ja’far bin Jarir berpendapat bahwa hal itu bersifat umum berlaku bagi semua
umat manusia. Dan tidak ada dalil pasti yang menetapkan salah satu dari
beberapa pendapat tersebut. Maka membawa makna untuk semua pendapat di atas
adalah lebih tepat. Wallahu a’lam.
Firman
Allah Ta’aalaa,
“Maka
Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang
mereka berselisih padanya.”
Artinya,
Allah Ta’aalaa mengumpulkan mereka pada hari kiamat kelak
serta memutuskan hukum di antara mereka melalui keputusan-Nya yang adil yang
tidak ada kezhaliman dan tidak akan dizhalimi sedikit pun meskipun sekecil
apapun.
Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk me-robohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut
(kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehina-an dan di akhirat mendapat
siksa yang berat. (QS. 2/Al-Baqarah : 114)
Terdapat
dua pendapat berkenaan dengan hal tersebut:
Pendapat
pertama,
apa yang diriwayatkan al-Aufi dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas mengenai firman
Allah Ta’aalaa,
“Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya.”
Ia
mengatakan: “Yaitu orang-orang Nasrani.” Juga Mujahid mengemukakan: “Mereka itu
adalah orang-orang Nasrani. Mereka membuang berbagai kotoran ke Baitul Maqdis
dan menghalangi orang-orang agar tidak mengerjakan shalat di dalamnya.”
Sa’id
meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan: “Mereka itu adalah orang-orang Nasrani,
yang merupakan musuh Allah, yang karena kebenciannya kepada orang-orang Yahudi
menjadikan mereka membantu Bukhtannashr penguasa Babilonia, penganut agama
Majusi, untuk merobohkan Baitul Maqdis.”
Tetapi
pada kenyataannya sekarang yang sangat kejam menghalangi orang shalat di Masjid
Al-Aqsha adalah pemerintah Israel.
Orang-orang
yang menghalangi beribadah di masjid-masjid Allah adalah kaum Yahudi dan
Nasrani yang disebutkan satu sama lain saling melecehkan tersebut di atas.
Ayat-ayat
Allah ini merupakan pernyataan bahwa rencana Zionis Yahudi menguasai kedaulatan
Seluruh Dunia adalah kejahatan, pembohongan penduduk bumi dan anti kebenaran
dari Allah yang dibawa oleh Dawud, Musa, Isa ‘alahimus-salaam yang
kemenangannya diberjayakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
, Khulafa-ur Rasyidin Al-Mahdiyyiin rdadhiyallaahu ‘anhu dan Khilafah
Al-Mahdi yang pasti akan datang memimpin dunia.
Rencana
Zionis Yahudi menguasai kedaulatan Seluruh Dunia adalah kejahatan dan anti
kebenaran dari Allah itu diantaranya mereka protokolkan demikian :
The
GOYIM are a flock of sheep, and we are their wolves. And you know what happens
when the wolves get hold of the flock? ....
Goyim
(non-Yahudi) itu adalah sekelompok domba, dan kita adalah serigala-serigala
mereka. Dan anda tahu apa yang akan terjadi ketika serigala-serigala menguasai
kerumunan domba-domba itu? .....
God
has granted to us, His Chosen People, the gift of the dispersion, and in this
which appears in all eyes to be our weakness, has come forth all our strength,
which has now brought us to the threshold of sovereignty over all the world.
Tuhan telah memberi rahmat pada
kita, Orang-Orang Pilihan-Nya, sebagai hadiah perpencaran, dan di dalam hadiah
perpencaran ini, yang di hadapan mata semua orang nampak sebagai kelemahan
kita, telah muncul semua kekuatan kita, yang kini telah membawa kita kepada
ambang Kedaulatan Seluruh Dunia.
Pendapat
kedua,
apa yang diriwayatkan Ibnu jarir mengenai firman Allah Ta’aalaa,
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha
untuk merobohkannya?”
Ibnu Zaid mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang
musyrik yang menghalangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama
para sahabatnya untuk masuk ke dalam kota Makkah pada saat terjadinya peristiwa
Hudaibiyah sehingga beliau menyembelih kurbannya di Dzi Thuwa dan mengajak
mereka berdamai. Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam berkata kepada mereka :
“Tidak ada seorang pun yang boleh menghalang-halangi dari
Baitullah ini. Dulu, seseorang dapat bertemu
pembunuh ayahnya dan saudaranya, dan ia tidak menghalanginya.”
Maka
mereka menjawab: “Pembunuh ayah-ayah kami pada perang Badar tidak boleh masuk
ke kawasan kami, sedang kami masih ada di sini.”
Sedang
mengenai firman Allah, Tabaraka wa Ta’aalaa,
“Dan berusaha untuk merobohkannya?”
Ibnu
Zaid mengatakan, “Mereka itu menghadang orang-orang yang hendak memakmurkan
masjid dengan berdzikir kepada-Nya dan mendatanginya untuk menunaikan haji dan
umrah.”
Karena
itu, Allah Ta’aalaa berfirman:
“Hanya
orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa
pun) selain kepada Allah. Maka agar kiranya mereka adalah termasuk orang-orang
yang berpetunjuk.” (QS.
9/At-Taubah : 18)
Yang
dimaksud dengan memakmurkan masjid itu bukan hanya sekedar menghiasi dan membangun
fisiknya saja, tetapi juga dengan berdzikir kepada Allah di dalamnya,
menegakkan syari’at-Nya, serta menjauhkannya dari najis dan syirik.
Dan
firman-Nya,
“Mereka
itu tidak sepatutnya memasukinya kecuali orang-orang yang takut (kepada
Allah).”
Ayat
tersebut berbentuk berita tetapi bermakna perintah. Artinya, “Jangan kalian
perkenankan mereka memasuki masjid jika kalian mampu menguasai mereka, kecuali
setelah ada perdamaian dan pembayaran jizyah. Oleh karena itu,
setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berhasil
membebaskan kota Makkah pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 9 H beliau memerintahkan
dikumandangkan seruan yang kemudian diserukan di tanah lapang di Mina :
“Ketahuilah, setelah tahun ini, tidak diperbolehkan seorang
musyrik pun menunaikan ibadah haji dan mengerjakan thawaf dalam kedaan
telanjang. Barangsiapa yang masih mempunyai masa tinggal, maka pengukuhannya
itu berakhir sampai habis masanya.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Kitab
Tafsirnya, Juz I, hal. 398)
Abu
Dawud menceritakan kepada kami , ia berkata : Ya’qub menceritakan kepada kami,
ia berkata bapakku menceritakan kepada kami dari Shalih dari Ibnu Syihab,
bahwasanya Humaid bin Abdurrahman mengkhabarkan kepadanya bahwa Abu Hurairah
mengkhabarkan kepadanya bahwa Abu Bakr mengutus nya dalam hajji yang Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamirkan Abu Bakr pada hajji itu (di tahun)
sebelum (tahun) hajji wada’ pada suatu kaum agar ia mengumandangkan seruan kepada sekalian manusia : “Ketahuilah,
setelah tahun ini, tidak diperbolehkan seorang musyrik pun menunaikan ibadah
haji dan mengerjakan thawaf dalam kedaan telanjang” (HR. An-Nasaa-iy)
Ini
adalah pembenaran dan pelaksanaan ayat Allah :
Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka
janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu
khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari
karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS. 9/At-Taubah : 28)
Yang
demikian itu tidak lain untuk menghormati lingkungan Masjidil-haram dan
menyucikan negeri yang padanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus
kepada umat manusia secara keseluruhan untuk menyampaikan berita gembira
sekaligus juga peringatan. Itulah kehinaan bagi mereka di dunia. Sebagaimana
mereka telah menghalangi orang-orang mukmin dari Masjidilharam, maka mereka pun
dihalangi darinya. Dan sebagaimana mereka telah mengusir orang-orang mukmin
dari Makkah, maka mereka pun diusir darinya.
Firman-Nya,
“Dan
bagi meraka adzab yang besar di akhirat,”
Ini
karena mereka telah menginjak-injak kehormatan dan kesucian Masjidil-haram dan
menghinakannya dengan menempatkan berhala-berhala di sekitarnya, berdo’a kepada
selain Allah di dalamnya, serta mengerjakan thawaf di sana dalam keadaan
telanjang, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dibenci Allah Ta’aalaa dan
Rasul-Nya.
Sedangkan
ulama yang menafsirkan sebagai Baitulmaqdis, maka Ka’ab al-Ahbar mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang Nasrani itu ketika berhasil mengusai Baitulmaqdis,
maka mereka merobohkannya.” Dan setelah Allah Ta’aalaa mengutus Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Dia pun menurunkan ayat:
“Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya memasukinya kecuali sebagai orang-orang yang takut (kepada
Allah).”
Oleh
karena itu, tidak ada di muka bumi ini seorang Nasrani pun yang berani masuk
Baitulmaqdis kecuali dalam keadaan takut. As-Suddi mengatakan: “Sekarang ini,
tidak ada seorang Romawi pun di muka bumi ini yang berani memasuki Baitulmaqdis
melainkan dalam keadaan takut dipenggal lehernya, atau ditakutkan dengan
pembayaran jizyah yang harus dilaksanakannya.”
Menurut
panafsiran as-Suddi, Ikrimah, dan Wa’il bin Dawud, kehinaan mereka di dunia itu
akan benar-benar terwujud dengan tampilnya Al-Mahdi memimpin dunia.
Sedangkan
Qatadah menafsirkannya dengan pembayaran jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Yang
benar bahwa kehinaan di dunia itu lebih umum dari semuanya itu. Dalam sebuah
hadits disebutkan mengenai permohonan perlindungan dari kehinaan dunia dan
adzab akhirat. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Bisyir bin
Artha’ah, ia menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memanjatkan do’a:
Haitsam
bin Kharijah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ayyub bin Maisarah bin
Halbas, ia berkata : Aku mendengar bapakku menceritakan dari Busr bin Arthah
Al-Qurasyiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallama berdo’a : “Ya Allah,
perbaikilah akhir dari segala urusan kami seluruhnya, serta jauhkanlah kami
dari kehinaan dunia dan siksa akhirat.” (HR. Ahmad)
Hadits
di atas berstatus sebagai hadits hasan, tetapi tidak terdapat dalam Kutubus
Sittah. Dan Bisyir bin Artha’ah tidak pernah meriwayatkan hadits kecuali
hadits ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar